Jumat, 27 Mei 2016

ISBD : MANUSIA DAN PERADABAN



MAKALAH ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR
“ MANUSIA DAN PERADABAN ’’
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 2 :
1.      NILFA DILLA LUBIS                                     (1131111022)
2.      NOVA HARLINA                                 (1131111026)
3.      OKI RISMAWATI SIANTURI           (1131111029)
4.      RAFIKA NUR NASUTION                (1131111031)
5.      SEKAR DRYA FAJRIN NURINA    (1131111038)
6.      SILVINA RICCA BR GINTING        (1131111039)
KELAS : A REGULER 2013


 





PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTASI ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016



KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manusia Dan Peradaban” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar . Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, didalam makalah ini penulis berusaha menjelaskan bagaimana manusia dan peradabannya.
Makalah yang penulis susun ini belumlah sempurna, akan tetapi penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini sampai selesai. Serta ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada Bapak  Dosen yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bukan hanya bagi penulis sendiri namun juga dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca makalah ini untuk menambah wawasannya. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Medan,    Maret 2016
Penulis 

Kelompok 2







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..   i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..  ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………..  1
1.1. Latar Belakang   ………………………………………………………………   1
1.2 Rumusan Masalah  …………………………………………………………….   1
1.3. Tujuan Pembahasan …………………………………………………………..   2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………..   3
2.1  Pengertian Peradaban …………………………………………………………..  3
2.2  Peradaban Klasik Kuno ………………………………………………………...   4
2.3  Gugus Peradaban Dunia ……………………………………………………….   4
2.4  Identitas Budaya ……………………………………………………………….   5
2.5  Peradaban dan Teori System …………………………………………………..   7
2.6  Masa Depan Peradaban ………………………………………………………..   8
2.7  Runtuhnya Peradaban ………………………………………………………….   9
2.8  Peradaban dan kritik ……………………………………………………………  11
2.9  Modernisasi …………………………………………………………………….   12
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………  14
3.1 Kesimpulan   …………………………………………………………………..   14
3.2 Saran …………………………………………………………………………..   14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….   15






BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Manusia merupakan makhluk yang mempunyai akal, jasmani dan rohani. Melalui akalnya manusia dituntut untuk berfikir menggunakan akalnya untuk menciptakan sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Melalui jasmaninya manusia dituntut untuk menggunakan fisik / jasmaninya melakukan sesuatu yang sesuai dengan fungsinya dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dan melalui rohaninya manusia dituntut untuk senantiasa dapat mengolah rohaninya yaitu dengan cara beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Antara manusia dan peradaban mempunyai hubungan yang sangat erat karena diantara keduanya saling mendukung untuk menciptakan suatu kehidupan yang sesuai kodratnya. Suatu peradaban timbul karena ada yang menciptakannya yaitu diantaranya faktor manusianya yang melaksanakan peradaban tersebut.
Suatu peradaban mempunyai wujud, tahapan dan dapat berevolusi / berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Dari peradaban pula dapat mengakibatkan suatu perubahan pada kehidupan social. Perubahan ini dapat diakibatkan karena pengaruh modernisasi yang terjadi di masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari peradaban ?
2.      Bagaimana Peradaban Klasik Kuno?                                                                  
3.      Bagaimana Gugus Peradaban Dunia?
4.      Bagaimana Identitas Budaya?
5.      Bagaimana Peradaban dan Teori System?
6.      Bagaimana Masa Depan Peradaban?                                                                  
7.      Bagaimana Runtuhnya Peradaban?                                                                    
8.      Bagaimana Peradaban dan kritik?                                                                      
9.      Bagaimana Modernisasi?
                                                                                                                                        
1.3. Tujuan Pembahasan
Adapun yang tujuan yang akan di dapat dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.       Untuk mengetahui pengertian dari peradaban.
2.       Untuk mengetahui Peradaban Klasik Kuno.
3.       Untuk mengetahui Gugus Peradaban Dunia.
4.       Untuk mengetahui Identitas Budaya.
5.       Untuk mengetahui Peradaban dan Teori Sistem.
6.       Untuk mengetahui Masa Depan Peradaban.
7.       Untuk mengetahui Runtuhnya Peradaban.    
8.       Untuk mengetahui Peradaban dan kritik.
9.       Untuk mengetahui Modernisasi.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Peradaban
      Dalam Bahasa Indonesia kata “Peradaban” berasal dari kata “Adab” yang berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti. Seorang yang dikatakan beradab adalah apabila dia dapat menunjukkan perilaku sopan dan mematuhi norma – norma yang berlaku didalam kehidupannya bermasyarakat.
Dalam Bahasa Inggris istilah “Peradaban” disebut civilization yang berarti “penyempurnaan pemikiran, tata karma, atau rasa”. (refinement of thought, manners, or taste”) .(Webster’s , 2004 : 226 ).
“Peradaban” sering disamaartikan dengan “budaya” yang melingkupi “ kesenian, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan yang merupakan cara hidup”, tatap dalam definisi yang paling banyak digunakan, istilah “Peradaban” adalah sebuah istilah deskriptif untuk pertanian dan budaya perkotaan yang  relative kompleks, dicirikan oleh ketergantungannya pada pertanian, perdagangan jarak jauh, pemerintahan berbentuk negara, adanya spesialisasi pekerjaan, kependudukan, dan stratifikasi kelas.
“Peradaban “ juga diartikan sebagai perilaku normative dalam konteks masyarakat, kata ini mulai dikenal luas sejak kaisar, Justinian, pada abad ke 6, dimana cara hidup di perkotaan dianggap lebih unggul dari cara hidup “Liar”atau “Barbar”.
Peradaban adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut bagian-bagian atau  unsur-unsur suatu  kebudayaan yang dianggap halus, maju, dan indah. Dalam definisi peradaban juga mengandung adanya perkembangan  pengetahuan dan kecakapan, sehingga orang memungkinkan memiliki tabiat ”Beradab”. Karena itu, manusia beradab salah satunya memiliki ciri mampu mengendalikan dirinya, yakni menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan suatu bangsa. Peradaban  juga sering menunjuk pada kemajuan ekonomi, teknologi, dan politik.
Albert Schweitzer, dalam The Philosophy of Civilization, menemukan dua jenis pemikiran tentang peradaban dalam masyarakat. Pertama menyangkut peradaban yang murni materi dan kedua menyangkut etika dan material. Ia memahami “Peradaban” sebagai totalitas dari semua kemajuan yang dibuat oleh manusia di setiap wilayah tindakan dan dari setiap sudut pandang sejauh kemajuan tersebut mendukung penyempurnaan spiritual individu sebagai kemajuan dari semua kemajuan.

2.2    Peradaban Klasik Kuno
Peradaban klasik kuno sangat dipengaruhi oleh zaman pada periode antara 600 SM dimana serangkaian orang bijak, nabi, agama dan filsuf reformasi, dari Cina, India, Iran, Israel dan Yunani, mengubah arah peradaban selamanya (Jasper dalam Tarnas, Richard, 1993). Julian Jaynes menhubungkannya dengan “runtuhnya pikiran bikameral”. Dimana ide-ide bawah sadar hanya diakui sebagai subjektif, bukannya sebagai suara dari roh-roh. William H. McNeil mengkajiya dari periode sejarah sebagai salah satu budaya di mana kontak antara peradaban sebelumnya terpisah dengan melihat “penutupan  oecumene” dan menyebabkan perubahan sosial dipercepat dari Cina ke Mediterania, berhubungan dengan penyebaran mata uang, kerajaan yang lebih besar dan agam-agama baru. Pandangan ini telah diperjuangkan oleh Christopher Chase-Dunn dan ahli teori sistem dunia lainnya.

2.3    Gugus Peradaban Dunia
Peradaban dunia dikelompokkan beberapa gugus yaitu perdaban Mediterania, Perdaban Timur Tengah, Peradaban India Hindu dan Buddha, Peradaban Asia Timur, Asia Tengah, Asia Tenggara, Kristen Barat dan perdaban Meso-Amerika.
1.      Gugus Mediterania dari periode klasik meliputi peradaban Yunani Kunno dan peradaban Hellenic, peradaban Phoenicia, Kekaisaran Romawi , Hlyria serta peradaban Ltene Celtene Celtic.
2.      Gugus Timur Tengah meliputi perdaban Persia sejak Achaemenids. Kedua Bait Yudaisme, peradaban Phoenix, dan peradaban Islam.
3.      Gugus India Hindu dan Buddha meliputi peradaban Pos-Maurya India, Kemaharajaan Gupta di India Utara, Kerajaan Chola di India Selatan, dan peradaban Ceylon kuno.
4.      Gugus Asia Tenggara meliputi peradaban Funan dan Chen-la, Angkor Kamboja, Sriwijaya, Singahasari, Majapahit serta Peradaban Burma, Thai dan Laos.
5.      Gugus Asia Tengah meliputi peradaban Tibet, Turki, dan Mongol. Sedangkan peradaban Eropa meliputi peradaban Georgia dan Armenia, peradaban Kristen Barat, Byzantium, Kristen Ortodoks Timur dan perdaban Russian.
6.      Gugus Meso-Amerika meliputi; peradaban Aztec dan peradaban Maya. Karena perjalanan penemuan oleh penjelajah Eropa-15 dan abad ke-16 terjadi perkembangan lain di Eropa. Bentuk pemerintahan, industri, perdagangan dan budaya telah menyebar dari Eropa Barat, ke Amerika, Afrika Selatan, Australia, dan melalui kerjaan kolonial, keseluruh planet bumi. Hal terrsebut akan mengarahkan pemikiran bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah planet industrialisasi peradaban dunia dan bahasa, kecuali beberapa masyarakat yang tidak terubungi.

2.4    Identitas Budaya
“Peradaban” dapat juga menggambarkan identitas budaya dari suatu masyarakat yang kompleks. Setiap masyarakat, baik yang dikatakan beradab maupun yang tidak beradab, memiliki ide yang spesifik, adat istiadat, item tertentu dan seni, yang membuatnya unik. Dalam hal seperti ini, peradaban lebih rumit dari budaya. Sastra, seni profesional, arsitektur, agama, adat istiadat dan kompleks terkait dengan para elite termasuk dalam peradaban ini. Untuk memiliki lebih banyak, dan memperluas sarana yang digunakan untuk melaksanakannya, peradaban senantiasa menyebar.
Namun sampai hari ini  (2009), beberapa suku atau orang-orang tetap tidak beradab. Budayanya disebut oleh beberapa orang sebagai budaya “primitif” walaupun bagi sebagian orang istilah “primitif” ini mengandung arti merendahkan.
Istilah “primitif” berasal dari bahasa latin “primus” yang berarti budaya “pertama”. Sebagai ganti istilah “primitif” banyak antropologi menggunakan istilah “non-melek” (buta huruf) untuk mengambarkan orang–orang  seperti ini. ( Wikipedia free encyclopedia, 27 September 2009).
Dunia beradab menyebar dengan invasi, konversi, keagamaan, perpanjangan birokerasi control dan perdagangan, serta dengan memperkenalkan pertanian dan budaya menulis untuk orang-orang buta huruf yang dianggap tidak beradab. Beberapa orang mungkin rela beradaptasi dengan perilaku beradab, tetapi peradaban juga disebarkan dengan kekerasan: jika kelompok “non-melek (buta huruf) tidak ingin melaksanakan pertanian atau menerima agama tertentu, sering dipaksa untuk berbuat yang demikian oleh orang-orang yang beradab, dan biasanya mereka berhasil karena memiliki teknologi yang lebih maju.
Orang-orang mengangap dirinya beradab sering menggunakan agama untuk membenarkan tindakannya, misalnya dengan mengklaim bahwa orang yang tidak beradab adalah “primitif,” liar, biadab, atau sejenisnya, yang harus ditundukan oleh peradaban.
Budaya rumit yang berkaitan dengan peradaban cendrung menyebar dan mempengaruhi budaya-budaya lain, kadang-kadang berasimilasi kedalam peradaban (contoh Jepang, Vietnam, dan negara-negara tetangga). Banyak peradaban yang benar-benar besar yang melingkupi banyak negara dan wilayah. Identitas budaya paling luas dari orang tersebut adalah peradaban dimana dia hidup. Etiologi peradaban adalah bahasa Latin atau Romawi. Didefenisikan sebagai penerapan keadilan dengan “sipil,” tetapi juga meneliti dan merenungkan peradaban Yahudi atau Ibrani.
Peradaban Ibrani tidak didefenisikan sebagai ekspresi atau peluasan dari jebakan subjektif dan budaya masyarakat , melainkan sebagai masyarakat manusia dan budaya menjadi ekspresi objektif tambatan moral atau etika seperti yang diketahui, dipahami dan diterapkan sesuai dengan “ajaran Musa” (Mosaic Covenant).
Suatu peradaban “manusia” akan menjadi ekspresi dan perluasan dua pilar “peradaban” paling dasar yaitu bobot kejujuran yang distandarisasi dan ukuran-ukuran moral dan konstitusi kesehatan. Segala sesuatu yang lain, apakah teknologi, ilmu pengetahuan, seni, musik, dll, adalah dengan definisi ini dianggap sebagai komentar.
Memang, untuk tingkat wilayah permukaan masyarakat manusia, yaitu, kebudayaan adalah “beradab,” adalah tingkat medan internal (karakteristik, keperibadian, atau subtansi) dari orang-orang dan kepemimpinan yang harus juga “di  inokulasikan” (inoculated) dan ditanamkan dengan landasan moral. (Wikipedia free encyclopedia, 27 September 2009).
Sementara masyarakat lain menjadi beradab dengan budaya, orang Yahudi telah beradab dengan standar “kesopanan” Bibel, sementara sebagian besar sentimen Roma terfokus pada upaya memproleh keadilan yang dilakukan dengan cara “sipil”. Pada prinsipnya Alkitab Ibrani atau pendekatan terhadap keadilan orang Yahudi, tidak pernah terbatas pada subjektifitas atau sekedar penampilan, tetapi yang lebih penting, keadilan harus didasarkan atas prinsip-prinsip objektif. “Pada akhirnya, tidak ada kebenaran atau “peradaban” abadi bagi setiap manusia dalam ketiadaan moral yang tenang “( Ultimately, there is no true or lasting “civility” for any man in the absence of moral composure).
Banyak sejarawan telah berpokus pada lingkup budaya yang luas ini dan memperlakukan peradaban sebagai unit tunggal. Salah satu contohnya adalah pada awal abad kedua puluh filsuf Oswal Spengler, 1911, meskipun menggunakan kata Jerman “Kultur.” “Cultur”  untuk yang kita sebut “ peradaban” baru dengan potensi budaya baru yang terbentuk di sekitar dan menarik simbol budaya baru.
Konsep “keterpaduan budaya” (unifed culture) tentang peradaban ini juga mempengaruhi teori-teori sejawan Arnold J. Toynbee pada pertengahan abad kedua puluh. Toynbee dalam bukunya, A study of  History, mengeksplorasikan proses peradaban yang menjajaki perkembangan dan merosotnya peradaban di berbagai wilayah dunia. Menurut Toynbee peradaban umumnya merosot dan jatuh, karena kegagalan suatu “minoritas kreatif” melalui kemerosotan moral atau keagamaan dari pada disebabkan ekonomi atau lingkungan.

2.5  Peradaban dan Teori System
Dengan mengunakan teori sistem, kelompok teoritisi lain melihat peradaban sebagai suatu sustem yang kompleks, yaitu sebuah kerangka dimana sekelompok objek yang dapat dianalisis bekerja sama untuk menghasilkan beberapa hasil. Peradaban dapat dilihat sebagai jaringan kota-kota yang muncul dari budaya pra-perkotaa, dan didefenisikan oleh ekonomi, politik, militer, diplomatik, dan budaya interaksi di antara mereka. Setiap organisasi adalah suatu sistem sosila kompleks, dan peradaban adalah sebuah organisasi besar.
Ahli perkotaan “ (Urbanist), Jane Jacobs mendefinisikan kota sebagai mesin ekonomi yang bekerja untuk menciptakan jaringan besar masyarakat. Menurut pendapatnya, proses utama yang menciptakan  jaringan kota tersebut adalah “pemindahan imfor” (“imfort repleacement”), proses di mana “kelengkapan” kota-kota mulai menggantikan barang dan jasa yang sebelumnya di impor dari kota-kota yang lebih maju. Perpindahan impor berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi dikota-kota pinggiran tersebut dan memungkinkan kota mengekspor barang-barang mereka ke kota-kota yang kurang berkembang didaerah-daerah pedalaman untuk menciptakan jaringan ekonomi baru. Mereka mengekplorasi pembangunan ekonomi diseluruh jaringan luas, bukan memperlakukan setiap masyarakat sebagai lingkup budaya yang terisolasi.
Ahli teori sistem melihat banyak jenis hubungan antara kota-kota, termasuk hubungan ekonomi, pertukaran budaya, dan politik atau diplomasi atau hubungan militer. Lingkaran ini sering terjadi pada sekala yang berbeda. Sebagai contoh , sampai abad ke 19, jaringan perdagangan jauh lebih besar daripada jaringan lingkup budaya atau politik. Rute perdagangan yang luas, termasuk Sutra melalui Asia Tengah dan Samudra Hindia menghubungkan rute laut Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Persia, India, dan Cina, yang juga didirikan 2000 tahun yang lalu. Ketika itu, peradaban tersebut hampir  sama dengan politik, diplomatic, militer atau hubungan budaya. Hal ini merupakan bukti pertama seperti perdagangan jarak jauh dalam dunia kuno. Selama fase Uruk, Guillermo Algaze (2004) berpendapat bahwa hubungan perdagangan yang menghubungkan Mesir, Mesopotamia, Iran, dan Afganistan). Resin ditemukan kemudian di makam-makam kerajaan Ur yang diperkirakan  diperdagangkan dari Mozambik  ke utara. (Wikipedia free encyclopedia , 27 September 2009).




2.6  Masa Depan Peradaban
Ilmuan politik Samuel P. Huntington mendefenisikan peradaban sebagai budaya tertinggi kelompok masyarakat dan tingkat terluas dari identitas budaya yang membedakan manusia dan spesies lain.”(the highest cultural grouping of people and the broadest levelof cultural identity people have short of that which distinguishes humans from other species). Ia mengemukakan wacana benturan peradaban” yang akan terjadi pada abd ke – 21. Menurut pendapatnya, konflik antara peradaban akan menggantikan konflik antara Negara – bangsa dan konflik ideologi yang menjadi ciri abad ke 19 dan abad ke – 20. (Huntington, dalam Simon & Schuster,1996).
Saat ini, peradaban dunia berada dalam tahap yang telah menciptakan apa yang dapat digolongkan sebagai sebuah masyarakat industri, menggantikan masyarakat agraris yang  mendahuluinya. Beberapa futuris percaya bahwa peradaban sedang mengalami transformasi lain dan bahwa masyarakat dunia akan menjadi masyarakat informasi.
Beberapa ilmuan lingkungann melihat dunia memasuki fase peradaban Planetary, yang dicirikan oleh pergeseran bebas dari terputusnya Negara – bangsa dalam meningkatkan konektivitasnya dunia global dan lembaga – lembaga diseluruh dunia, tantangan lingkungan, system ekonomi dan kesadaran. (Orion, 2008).
Untuk lebih memahami apa yang dimaksudkannya Planetary Fase peradaban dapat dilihat dalam konteks penurunan dalam sumber daya alam dan meningkatnya konsumsi. Skenario kelompok global yang menggunakan scenario analisis untuk sampai pada tiga pola dasar berjangka yaitu :
1.        Barvarisasi meningkatnya konflik baik dunia menyelesaikan merosotnya (breaking down) benteng masyarakat.
2.        Konvensional semesta alam, dimna kekuatan – kekuatan pasar atau reformasi kebijakan perlahan – perlahan mengendapkan endapan praktek yang lebih berkelanjutan dan.
3.         Konvensional semesta alam, dimna kekuatan – kekuatan pasar atau reformasi kebijakan perlahan – perlahan mengendapkan endapan praktek yang lebih berkelanjutan dan.

Skala Kardashev mengklasifikasikan peradaban berdasarkan tingkat kemajuan teknologi, terutama diukur oleh jumlah energi yang mampu dimanfaatkan dan membuat ketentuan bagi peradaban yang jauh lebih berteknologi maju dari pada yang diketahui saat ini.
2.7  Runtuhnya Peradaban
Peradaban tidak selalu langgeng dan maju atau meningkat dari waktu kewaktu . Dalam sejarah dunia sering terjadi suatu peradaban besar runtuh dan diganti peradaban baru yang dimulai lagi dari awal, khususnya peradaban yang  bersifat materil. Banyak pendapat yang telah dianjurkan tentang keruntuhan peradaban. Edward Gibbon dalam The Decline End Fall Of Roman Empire, mulai tertarik pada tema keruntuhan peradaban yang mulai antara periode Klasik Yunani Kuno dari Roma, sampai abad pertengahan dan masa Renaissance.(Artsi,2001).
Gibbon berpendapat bahwa keruntuhan Roma adalah wajar dan tidak terelakkan karena efek kebesarannya yang tidak wajar. Menurut pendapatnya, kemakmuran mematangkan prinsip pembusukan. Kehancuran disebabkan tingkat penaklukan. Setelah kekalahan menghapus semua  dukungan artificial. Roma menyerah kepada tekanan beratnya sendiri . Hal ini cukup mengejutkan karena peradan tersebut telah subsisted begitu lama. (“Gibbon, 2nded. Vol 4. Ed. 4). Gibbon menyatakan bahwa tindakan akhir keruntuhan roma adalah jatuhnya konstantinopel ke Turki Ustmani pada tahun 1453 Masehi.
Berbeda dengan Gibbon. Oswald Spengler, dalam “Decline of the west” menolak devisi kronologis Petrarch dan mengatakan bahwa pertumbuhan budaya berkembang kearah peradaban imperialistis yang akhirnya runtuh dan diganti dengan bentuk - bentuk pemerintahan demokratis.
Dari sisi pandang sejarah, Arnold J. Toynbee dalam “A Study of History” berpendapat bahwa penyebab runtuhnya  sebuah peradaban terjadi karena seorang elite budaya menjadi parasite elit, dan menyebabkan munculnya proletariat – proletariat internal dan eksternal.
Berbeda dengan Toynbe, Joseph Tainter dalam The Collapse of Complex Societies mengaitkan bahwa ada hal – hal yang semakin mengurangi kompleksitasnya karena sebagai Negara yang mencapai kompleksitas maksimum, akan runtuh jika secara uktual peningkatan selanjutnya menghasilkan nilai yang negative. Tainter mengatakan bahwa Roma mencapai angka ini apda abad ke 2 Masehi.
Jared Diamond  dalam bukunya “Collapse : How Societies Choose to Fail or Succeed menunjukkan lima alasan utama keruntuhan 41 studi budaya yaitu: (1) kerusakan lingkungan, seperti pengundulann hutan dan erosi tanah, (2) perubahan iklim, (3 ) ketergantungan pada perdagangan jarak jauh untuk memerlukan sumber daya, (4) semakin tingginya tingkat kekerasan internal dan eksternal, perang atau inovasi dan (5) ketikperdulian masyarakat pada masalah – masalah linkungan.
Turchin dalam Historical Dynamiics dan Andrey Korotayev et al. dalam Introduction  to Social Macrodynamics, Seculer Cycles, and Millenial Trends berpendapat bahwa sejumlah model matematika agrarian menggambarkan runtuhnya peradaban. Sebagai contoh, model logika dasar “fiscal- demografis”  Turchin yang diuraikan sebagai berikut : selama fase awal dari siklus sociodemographic kita mengamati tingkat produksi dan komsi yang relative tinggi per kapita, yang bukan hanya mengarah untuk tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi, tetapi juga relatif tingginya tingkat surplus produksi. Pada tahap ini penduduk mampu membayar pajak, mengumpulkan aneka pajak sangat mudah, dan pertumbuhan penduduk disertai dengan pertumbuhan pendapatan Negara.
Selama fase menengah, peningkatan populasi yang berebih menyebabkan penurunan dan tingkat konsumsi perkapita yang menyebabkan pemungutan pajak menjadi lebih sulit sementara penerimaan Negara berhenti berkembang sedangkan pengeluaran Negara bertambah akibat pertumbuhan penduduk yang dikendalikan Negara. Sebagai hasilnya, selama fase ini Negara mulai mengalami masalah fiscal yang cukup besar. Pada tahap akhir pra- keruntuhan kelebihan populasi menyebabkan penurunan lebih lanjut per kapita, surplus produksi semakin berkurang, pendapatan Negara menyusut, sementara Negara membutuhkan lebih banyak sumber daya untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Akhirnya keadaan mengarah pada kelaparan, wabah, kerusakan Negara, dan demografis dan peradaban runtuh. (Turchin, 2003:121-127).
Beda pendapat Turchin, Heater dalam The Fall of t he Roman Empire: A New History of Rome and the Barbarians berpendapat bahwa peradaban tidak berakhir karena alasan moral atau ekonomi, tetapi karena kontak berabad – abad dengan barbar diseberang perbatasan yang menghasilkan musuh sendiri dengan membuat mereka jauh lebih canggih dan lawan yang berbahaya. Fakta bahwa Roma membutuhkan pendapatan lebih  besar untuk membekali dan memperlengkapi tentara yang berung kali kalah di lapangan,menyebabkan kemunduran kekaisaran. Meskipun argument ini adalah khusus untuk roma , dapat juga diterapkan pada Kekaisaran Asiatic, Mesir, pada dinasi Han dan Tang di Cina , kepada kaum muslim kekhalifahan Bani Abbasiyah, dan lain – lain .
Perkins, dalam bukunya The Fall of Romae the End of Cifilization menunjukkan kengerian yang sebenarnya  berkaitan dengan runtuhnya sebuah peradaban bagi orang – orang yang menderita akibat – akibatnya. Runtuhnya masyarakat yang kompleks berarti bahwa “saluran” (plumbing) dasar menghilang dari benua selama 1.000 tahun, serupa dengan runtuhnya  “abad kegelapan”(Dark Age)  yang dilihat dari runtuhnya zaman perunggu akhir di Mediterania Timur, keruntuhan Maya, di Pulau Paskah dan ditempat lain.
Sehubungan dengan kebudayaan Maya di Amerika . Arthur Demarest dalam Acient Maya: The Rise and Fall of a Rainforest Civilization berargumentasi  dengan menggunakan perspektif bukti holistic terbaru dari arkeologi, paleoecology, dan epigrafi, bahwa tidak ada satu penjelasan yang cukup tetapi serangkaian erratic, berupa kompleks peristiwa, hilangnya kesuburan tanah, kekeringan dan meningkatnya tingkat kekerasan internal dan eksternal menyebabkan diintegrasi kerajaan – kerajaan Maya yang memulai spiral kemunduran dan kehancuran.
Bukti sejarah menunjukkan bahwa peradaban masa lalu cenderung berlebihan mengeksploitasi hutan mereka, dan penyalahgunaan sumber daya penting telah menjadi faktor signifikan dalam penurunan mengeksploitasi masyarakat secara berlebihan.
Thomas,Homer-Dixon dalam The Upside of  Down: Catasrophe, Creativity, and the Renewal of Civilization, menganggap bahwa penurunan laba atas  investasi energi. Energi yang dikeluarkan untuk menghasilkan rasio energi merupakan  pusat untuk membatasi kelangsungan hidup peradaban . Tingkat kompleksitas social yang berhubungan erat dengan pendapatnya, dengan jumlah energi lingkungan sekali pakai, memungkinkan sistem ekonomi dan teknologi. Bila jumlah ini dikurangi peradaban harus mengakses  sumber – sumber  energi baru atau mereka akan runtuh. ( When this amount decreases civilizations either have to acces new energy sources or they will collapse).

2.8  Peradaban dan kritik
Dengan berbagai alasan, peradapan telah dikritik dari berbagai sudut pandang . Beberapa kritikus berkeberatan dengan semua aspek peradapan. Kritikus lainya berpendapat bahwa peradaban membawa campuran yang baik dan yang buruk. Beberapa tokoh lingkungan seperti Derrick Jensen (2006) mengkritik peradapan yang mengeksploitasi lingkungan. Hienberg (2007) menyorotinya dari sisi pertanian intensif dan petumbuhan perkotaan. Ia berpendapat bahwa pertanian intensif dan petumbuhan perkotaan cenderung menghancurkan pengaturan peradapan dan habitat alami, serta menguras sumber daya dimana dia bergantung (depends). (‘‘culture”.Wiktiory.25 Agustus 2007). Budaya seperti ini disebutnya seperti “budaya Dominator”para pendukung bacaan ini percaya bahwa massyarakat tradisional ini hidup dalam harmoni lebih besar dengan alam daripada masyarakan dalam perdaban. Orang lebih bekerja dengan alam dari pada berusaha untuk menaklukkannya. Gerakan hidup berkelanjutan adalah dorongna dari pada beberapa anggota untuk mendapatkan kembali peradapan yang selaras dengan alam.
Peradaban bertentangan dengan filsafat primitivisme. Peradaban menuduh kaum primitif membatasi potensi manusia, menindas yang lemah, dan merusak lingkungan. Sementara paham praktivisme ingin kembali secara hidup yang lebih primitif, yang mereka anggap sebagai yang terbaik bagi alam dan manusia. Pendukung termuka adalah Jhon Zerzhan dan Derrick Jensen, sedangkan yang mengkritisi adalah Roger Sandall.
Tidak semua kritisi masa lalu dan perdaban masa kini percaya bahwa cara hidup primitif adalah lebih baik. Karl Marx,berpendapat bahwa awal peradapan adalah awal dari penindasan dan eksploitasi ,tetapi dia percaya bahwa hal-hal ini pada akhirnya akan teratasi dengan mendirikan komunisme diseluruh dunia. Dia membayangkan komunisme diseluruh dunia. Dia membayangkan komunisme bukan sebagai ideal kembali kemasa lalu, tetapi sebagai sebuah pendapat tahap baru .
Mengingat saat ini masalah peradaban dihubungkan dengan industri berkelanjutan, Derrick Jensen, yang memposisikan peradaban menjadi inheren yang tidak berkelanjutan, berpendapat bahwa kita perlu mengembangkan bentuk sosial “Pasca-Peradapan “ sebagai peradapan yang berbeda dari peradaban masa lalu dengan masyarakatnya yang pra-beradap.

2.9  Modernisasi
Kata modern berasal dari bahasa latin modo, modernus yang berarti “sekarang”( just now ). Dalam bahasaa prancis disebut moderne , kata ini memberikan juga pengertian tentng karakteristik yang terjadi padaa masaa kini ataau kesekarangan, dan bukan yang lama atau kuno. Dalam pengertian lebih jauh kata modern juga dapat diartikan “siap dipakai” (up to date) Modernisme sering dilawankan dengan tradisi, menjadi modern adalah merubah tradisi ( to be modern is to breaks tradision) dan meninggalkan masa lampau” ( break to be the past ), berarti meninggalkan cara-cara hidup masa lalu dan berusaha mencari kesadaraan baru dengan bentuk bentuk ekspresif. (Silverman,1990 : 2 )
Pemikiran bahwa manusia dapat menginterpretasi alam ( Bacon ) atau penemuan jagat raya melalui intrument (Galleo ), dan berpendapat bahwa manusia dapaat membentuk dan mengontrol kembali dunia melalui ilmu, merayakan pandangan dunia modern. Proyek modernitas dibangun pada abaat ke-18 ole para filsuf pencerahan dalam usaha mereka untuk memperoleh pengetahuan obyektif, moraltas, hukum universal dan otonomi seni. Filsuf seperti Condercet ingin menciptakaan budaya khusus untuk memperkaya akumulasi kehidupan ini. Tetapi yang terjadi dilapangan adalah kehidupan yang kontraks dengan hrapaan-harapan ideal tokoh abad pencerhan tersebut.Secara teratur domain-domain modernitas ini kemudian melembaga. Ilmu, moralitas dan seni dalam gagasaan modernitas ini telah menjadi domain otonom yang terpisah dari kehidupa sehari hari. Struktur-struktur dari kognitif-instrumental, moral–praktris dan rasionalitas estetika-ekspresif telah berada dicengkraman para ahli-ahli khusus (Madan Sarup :1988 :130).
Dalam bidag antropologi, Kuntjaraningrat (1990-140-141) menjelaskan modernisasi sebagai “usaha untuk hidup sesuai dengan jaman dan konsetelasi dunia sekarang”.  Antony D.Smith (1973 :62) dalam Indra Siswarini (2006:11 ) mengemukakan bahwa medrnisasi( modernization ) adalah a conscius set of plant and polices for change a particular society in the direction of contemporary societies which the leaderthing are more advance in certain respect. Modernisasi adalah proses yang dilandasi seperangkat rencana untuk mengubah masyarakat kearah kehidupan masa kini yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya.














BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peradaban merupakan organisasi sosial manusia, kelanjutan dari proses tamaddun (semacam urbanisasi), lewat ashabiyah (group feeling), merupakan keseluruhan kompleksitas produk pikiran kelompok manusia yang mengatasi negara, ras, suku, atau agama, yang membedakannya dari yang lain, tetapi tidak monolitik dengan sendirinya. Manusia sebagai makhluk beradab artinya pribadi manusia itu memiliki potensi untuk berlaku sopan, berahlak dan berbudi pekerti yang luhur menuju pada prilaku pada manusia.
Pengaruh besar kemajuan jaman dan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan proses evolusi kebudayaan manusia yang sudah sampai pada taraf kompleksitasnya. peradaban manusia mengalami dinamika (perubahan dan perkembangan). Perubahan itu menuju pada kemajuan, apalagi di era global dewasa ini. Perubahan yang terjadi demikian pesatnya. Peradaban dunia berada dalam tahap yang telah menciptakan apa yang dapat digolongkan sebagai sebuah masyarakat industri, menggantikan masyarakat agraris yang  mendahuluinya. Beberapa futuris percaya bahwa peradaban sedang mengalami transformasi lain dan bahwa masyarakat dunia akan menjadi masyarakat informasi dan modernisasi adalah proses yang dilandasi seperangkat rencana untuk mengubah masyarakat kearah kehidupan masa kini yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya.

3.2 Saran
Melalui makalah ini penyusun menghimbau pentingnya menghormati dan menghargai setiap perbedaan yang dimiliki sehingga tercipta apa yang namanya egaliter, selalu menciptakan kebersamaan sehingga tercipta masyarakat yang berperan aktif dalam rangka terwujudnya kesejahteraan bersama, serta mengedepankan sikap musyawarah secara objektif dalam mengambil keputusan bersama. Sehingga apa yang di cita– citakan untuk mewujudkan masyarakat madani ( civil society ) atau masyaraka berperadaban dapat terwujud.




     DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir, Muhammad. 2008. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Muntahhari, Murtadha. 2002. Manusia, Dan Alam Semesta. Jakarta: Lentera Basritama.
Ranchman, Budhy Munawar. 2011. Membaca Nurcholish Madjid Islam Dan Pluralisme. Jakarta: Democracy Project.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar