MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
“KARAKTERISTIK DAN FUNGSI MANAJEMEN BERBASIS
SEKOLAH”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
1.
DWI
PUTRI MARDINAWANTI (1131111009)
2.
LIDYA
KANDA BR.GINTING (1131111018)
3.
NUR
SA’ADAH SITOMPUL (1131111028)
4.
SEKAR
DRYA FAJRIN NURINA (1131111038)
KELAS : A REGULER 2013
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada
Allah Swt. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca dalam mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah.
Harapan kami, semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini kami akui masih
banyak kekurangan, karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang.
Oleh karena itu, kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini. Akhirnya, hanya kepada Allah kami bersyukur atas selesainya makalahini,
semoga Allah Swt. Memberikan petunjuk kepada kita semua.
Medan, Maret
2016
Penulis
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ……………………………………………………………… i
DAFTAR
ISI ………………………………………………………………………… ii
BAB
I PENDAHULUAN …………………………………………………………... 1
a. Latar
Belakang ………………………………………………………………. 1
b. Rumusan
Masalah …………………………………………………………… 2
c. Tujuan ……………………………………………………….......................... 2
BAB
II URAIAN KONSEP ………………………………………………………… 3
a. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah …………………………………. 3
b. Fungsi Manajemen yang Disentralisasikan
melalui Manajemen Berbasis Sekolah
……………………………………………………………………………..... 14
BAB
III MASALAH YANG DITEMUKAN ……………………………………… 22
a. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah …………………………………. 22
b. Fungsi Manajemen yang Disentralisasikan
melalui Manajemen Berbasis sekolah
………………………………………………………………………………... 22
BAB
IV SOLUSI DARI MASALAH ………………………………………………. 24
a. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah …………………………………. 24
b. Fungsi Manajemen yang Disentralisasikan melalui
Manajemen Berbasis Sekolah
……………………………………………………………………………….. 24
BAB V PENUTUP …………………………………………………………………. 25
a. Kesimpulan …………………………………………………………………. 25
b. Saran
…………………………………………………………………………. 25
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………………….. 26
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang
Manajemen
Berbasis Sekolah atau sering disebut sebagai MBS merupakan suatu paradigma baru
dalam pendidikan di Indonesia. Manajemen Berbasis Sekolah memungkinkan adanya
pengembangan pendidikan yang mampu mencetak generasi-generasi unggulan yang
mampu bersaing dalam dunia global. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) mendasarkan
pada adanya otonomi yaitu adanya kebebasan tiap daerah untuk mengembangkan dan
meningkatkan apa-apa yang dipunyai termasuk dalam hal pendidikan.
Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai
keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang
ditunjukkan dengan pernyataan politik dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Hal ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam pengembangan pendidikan
di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, dan
mikro.
Manajemen
Berbasis Sekolah mensaratkan adanya keikutsertaan dan partisispasi dari
berbagai pihak yaitu mulai dari warga sekolah itu sendiri, orang tua atau wali
siswa, hingga pada lingkungan sekitar agar pendidikan dapat berjalan dengan
baik dan dapat tercipta pembelajaran yang efektif di dalamnya. Pembelajaran
yang efektif inilah yang akan mengorientasikan pada dihasilkannya output yang
berkualitas baik. Karena output yang dihasilkan tidak dapat lepas dari pengaruh
proses pembelajaran yang berlangsung maka prosesnya pun perlu dukungan dari
berbagai pihak.
Isi dari
Manajemen Berbasis Sekolah adalah bentuk dari alternatif sekolah dalam program
desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh adanya otonomi yang
luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam kerangka pendidikan
nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya
dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tangap terhadap
kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih
memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Oleh
karena itu, dalam hal ini sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar baik kepada
orang tua, masyarakat, maupun pemerintah. Partisipasi orang tua juga tidak
hanya sekedar dari segi finansial, tapi juga dari segi motivasi dan dorongan
agar pendidikan di sekolah tersebut lebih maju.
Uraian di
atas memberikan gambaran bahwa sekolah yang menggunakan Manajemen Berbasis
Sekolah mensaratkan adanya pembelajaran yang efektif dengan adanya partisipasi
dari banyak pihak yang terkait dengan pendidikan itu. Oleh karena itu, ada
beberapa karakteristik Manajemen Berbais Sekolah yang perlu diperhatikan dan
dipenuhi dalam rangka penggunaan Manajemen Berbasis Sekolah tersebut dengan
baik dan sukses. Karakteristik tersebut juga dapat menjadi pegangan dan arahan
dalam rangka tercapainya Manajemen Berbasis Sekolah dengan memusatkan pada
perkembangan anak bukan hanya tau, tapi juga paham akan nilai dan sadar akan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Manajemen
Berbasis Sekolah juga memungkinkan penggunaan teknik pembelajaran dengan
mengikuti paradigma baru terkait dengan pengembangan kemampuan peserta didik
yang mempunyai karakter serta nilai yang baik yang kemudian dilaksanakan dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Namun tidak sedikit
yang tidak tahu atau kurang paham dengan beberapa karakteristik yang melekat
pada sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
b.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana karakteristik manajemen berbasis sekolah ?
2. Bagaimana fungsi manajemen
yang disentralisasikan melalui manajemen berasis sekolah?
c.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui karakteristik manajemen berbasis sekolah.
2.
Untuk
mengetahui fungsi manajemen yang disentralisasikan
melalui manajemen berbasis
sekolah.
BAB II
URAIAN KONSEP
A.
KARAKTERISTIK
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Manajemen
Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang
akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam
menerapkan MBS, sejumlah karakteristik MBS perlu dimiliki. Karakteristik MBS
tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MBS merupakan
wadah/kerangka, sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu,
karakteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif yang
dikategorikan menjadi input, proses,
dan output.
Dalam
menguraikan karakteristik MBS pendekatan sistem, yaitu input, proses, dan output digunakan
untuk memandunya (Rohiyat, 2010). Hal ini didasari oleh pengertian bahwa
sekolah merupakan sebuah sistem sehingga penguraian karakteristik MBS (yang
juga karakteristik sekolah efektif didasarkan pada input, proses, dan output).
Uraian berikut dimulai dari output
dan diakhiri dengan input karena output memiliki tingkat kepentingan
tertinggi, sedangkan proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih
rendah dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua
tingkat lebih rendah dari output
Masing-masing
elemen ini akan dipaparkan satu persatu dengan menggunakan pendekatan sistem.
1.
Input
Pendidikan
Input
pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat
lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input
sumber daya meliputi , sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru
BK, karyawan, peserta didik) dan sumber daya selebihnya (peralatan,
perlengkapan, uang, bahan, dan sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur
organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana
progam, dan sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan
sarana-sarana yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan
agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya
mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat
kesiapan input, makin tinggi pula mutu output tersebut.
a)
Memiliki
Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
Secara formal, sekolah menyatakan
dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran sekolah yang
berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan
oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada semua warga sekolah sehingga
tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan
karakter mutu oleh warga sekolah.
b)
Sumberdaya
Tersedia dan Siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk
kelangsungan proses pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang memadai,
proses pendidikan di sekolah tidak akan berlangsung secara memadai dan pada
akhirnya sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumberdaya dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang,
peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya) dengan penegasan bahwa
sumberdaya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran
sekolah tanpa campur tangan sumber daya manusia.
Secara umum, sekolah yang menerapkan
MBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalankan
proses pendidikan. Artinya, segala sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan
proses pendidikan harus tersedia dan dalam keadaan siap. Ini bukan berarti
bahwa sumberdaya yang ada harus mahal, tetapi sekolah yang bersangkutan dapat
memanfaatkan keberadaan sumberdaya yang ada dilingkungan sekolahnya. Oleh
karena itu, diperlukan kepala sekolah yang mampu memobilisasi sumberdaya yang
ada disekitarnya.
c)
Staf yang
Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Meskipun pada butir (b) telah
disinggung tentang ketersediaan dan kesiapan sumberdaya manusia (staff), pada
butir ini perlu ditekankan lagi karena staf merupakan jiwa sekolah. Sekolah
yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi
tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu bagi sekolah yang ingin
memiliki efektivitas yang tinggi, kepemilikan staf yang kompeten dan
berdedikasi tinggi merupakan suatu keharusan.
d)
Memiliki
Harapan Prestasi yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS
mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta
didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat
untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen dan
harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat prestasi yang
maksimal, walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada di
sekolah.
Peserta didik juga mempunyai
motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat
dan kemampuannya. Harapan terbesar dari ketiga unsur sekolah ini merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk menjadi lebih
baik dari keadaan sebelumnya.
e)
Fokus pada
Pelanggan (Khususnya Siswa)
Pelanggan, terutama siswa, harus
menjadi fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tujuan utamanya adalah
meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi logis dari semua hal
tersebut adalah penyiapan input dan
proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan
yang diharapkan dari siswa.
f)
Input Manajemen
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki
input manajemen yang memadai untuk
menjalankan roda sekolah. Kepala sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya
menggunakan sejumlah input manajemen.
Kelengkapan dan kejelasan input
manajemen akan membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif.
Input manajemen
yang dimaksud meliputi: tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis,
program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan
main) yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolahnya untuk bertindak, dan
adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan agar
sasaran yang telah disepakati dapat dicapai.
2. Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya
memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
a. Proses Belajar Mengajar dengan
Efektivitas yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki
efektivitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh
sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan sekedar
memorisasi dan recall atau penekanan
pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang
diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati (ethos) serta dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos).
Belajar yang efektif juga mengacu
pada pilar-pilar pendidikan menurut UNESCO yaitu:
·
Learning to know yaitu belajar untuk mengetahui.
·
Learning to do yaitu belajar untuk melakukan.
·
Learning to
live together yaitu belajar untuk bermasyarakat.
·
Learning to be yaitu belajar tentang apa yang bisa dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari, serta ditambah dengan.
·
Learning to religi yaitu belajar untuk memahami agama.
Dengan demikian maka kegiatan pembelajaran akan dapat
memiliki efektivitas yang tinggi.
b. Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Pada sekolah yang menerapkan MBS,
kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengoordinasikan, menggerakkan,
dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan
kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk
dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui
program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena
itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang
tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif prakarsa untuk
meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah yang tangguh memiliki
kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk
mencapai tujuan sekolah.
c. Lingkungan Sekolah yang Aman dan
Tertib
Sekolah
dengan MBS memiliki lingkungan sekolah yang aman dan tertib. Sekolah
memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga
proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning).
Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman,
nyaman, dan tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan
iklim tersebut. Dalam hal ini, kepala sekolah memegang peranan yang sangat penting.
d. Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang
Efektif
Sekolah
dengan SBM memiliki pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif. Tenaga
kependidikan, terutama guru merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah
merupakan wadah dan sekolah yang menerapkan MBS menyadari tentang hal ini. Oleh
karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisa kebutuhan,
perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga imbal jasa
merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah. Pada pengembangan tenaga
kependidikan, hal tersebut harus dilaksanakan secara terus menerus mengingat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Tenaga
kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MBS adalah tenaga kependidikan
yang mempunyai komitmen tinggi dan selalu mampu dan sanggup menjalankan
tugasnya dengan baik.
e. Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Sekolah MBS
memiliki budaya mutu yang memiliki elemn-elemen sebagai berikut: (a)
informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk
mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas pada tanggungjawab;
(c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards)
atau sanksi (punishment); (d)
kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus menjadi basis untuk kerjasama;
(e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal
jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga sekolah merasa
memiliki sekolah.
f. Sekolah Memiliki Teamwork yang
Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Sekolah
dengan MBS memiliki Team work. Team Work merupakan karakteristik yang dituntut
oleh MBS, karena output pendidikan
merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Uraian dari team work itu sendiri
adalah : t= together (bersama), e= empathy (peduli), a= assist (saling
membantu), m= maturity, w= willingnes (sukarela), o= organisation (pengorganisasian),
r= respect, k= kidness
(ramah).
g. Sekolah Memiliki Kewenangan
(Kemandirian)
Sekolah
dengan MBS memiliki kewenangan sekolah yaitu melaksanakan yang terbaik bagi
sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja
yang baik. Untuk menjadi mandiri sekolah harus memiliki sumber daya yang cukup
untuk menjalankan tugasnya.
h. Partisipasi yang Tinggi dari Warga
Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki
karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian
kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat
partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar pula rasa tanggung jawab,
makin besar pula tingkat dedikasinya.
i.
Sekolah
Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/transparansi dalam
pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MBS.
Keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan,
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya yang
selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
j.
Sekolah
Memiliki Kemauan untuk Berubah (Psikologi dan Fisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu
yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan
musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud dengan perubahan adalah peningkatan,
baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap perubahan dilakukan,
hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu
peserta didik.
k. Sekolah Melakukan Evaluasi dan
Perbaikan Secara Berkelanjutan
Sekolah
dengan MBS selalu melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. Evaluasi
belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya
serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana
memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan
menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi
evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik
dan mutu sekolah secara keseluruhan dan terus menerus.
Perbaikan secara terus-menerus harus
menjadi kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Oleh karena itu,
harus ada sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan. Sistem mutu yang
dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses,
dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu.
l.
Sekolah
Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
Sekolah selalu tanggap/responsif
terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Oleh karena itu, sekolah
harus selalu dapat membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat.
Sekolah dituntut untuk tidak hanya mampu menyesuaikan diri terhadap
perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin
akan terjadi. Menjemput bola adalah padanan kata yang tepat bagi istilah
antisipatif.
m. Memiliki Komunikasi yang Baik
Sekolah
dengan MBS memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah
dan juga antara sekolah dan masyarakat sehingga kegiatan yang dilakukan oleh
tiap-tiap warga sekolah dapat diketahui. Dengan cara seperti ini, keterpaduan
semua kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran
sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang baik juga akan
membentuk teamwork yang kuat, kompak,
dan cerdas sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata
oleh warga sekolah.
n. Sekolah Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk
pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program
yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang
dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat.
Berdasarkan laporan hasil program tersebut, pemerintah dapat menilai apakah
program MBS telah mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak.
Jika berhasil, pemerintah perlu
memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan sehingga dapat menjadi
faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang.
Akan tetapi, jika program tidak berhasil, pemerintah perlu memberikan teguran
sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Demikian
pula, para orangtua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian
apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anaknya secara individual dan
kinerja sekolah secara keseluruhan.
Apabila hal ini berhasil dilakukan,
orangtua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan
program yang akan datang. Akan tetapi, jika program tersebut kurang berhasil,
orangtua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan
sekolah atas kegagalan program MBS yang telah dilakukan. Dengan cara seperti
ini, sekolah tidak akan main-main dalam melaksanakan program pada tahun-tahun
yang akan datang.
o. Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah
Baik
Sekolah efektif melaksanakan
manajemen lingkungan hidup sekolah secara efektif. Sekolah memiliki
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengoordinasian, dan pengevaluasian
pendidikan kecakapan hidup (program adiwiyata) yang dikembangkan secara terus menerus
dari waktu ke waktu. Sekolah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan, dan kesadaran warga sekolah tentang nilai-nilai
lingkungan hidup dan mampu mengubah perilaku dan sikap warga sekolah untuk
menuju lingkungan hidup yang sehat.
p. Sekolah Memiliki Kemampuan Menjaga
Sustainabilitas
Sekolah yang efektif juga memiliki
kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitas), baik dalam
program maupun pendanaannya. Sustainabilitas program dapat dilihat dari
berkelanjutan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan
berkembang menjadi program-program baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Sustainabilitas pendanaan dapat
ditunjukkan oleh kemampuan sekolah dalam mempertahankan besarnya dana yang
dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali
sumberdana dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya menggantungkan subsidi dari
pemerintah bagi sekolah-sekolah negeri.
3. Output yang Diharapkan
Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah
yang dihasilkan melalui proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada
umumnya, output dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output
berupa prestasi akademik (academic
achievement) dan output yang
berupa prestasi non akademik (nonacademic
achievement). Output prestasi
akademik misalnya, NUAN/NUNAS, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa
Inggris, Matematika, Fisika), cara berfikir (kritis, kreatif divergen, nalar,
rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah). Output
nonakademik, misalnya akhlak/budi pekerti, dan perilaku sosial yang baik
seperti bebas narkoba, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang
tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan,
kerajinan, prestasi olahraga, kesenian, dan kepramukaan.
Karakteristik
MBS juga bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan
kinerja organisasi sekolah, proses belajar-mengajar, pengelolaan sumber daya
manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi. Lebih lanjut BPPN dan
Bank Dunia (1999), mengutip dari Focus on
School: The Future Organisation of Education Services for Student, Departement
of Education, Australia 1990 (dalam Mulyasa, 2005), mengemukakan cirri-ciri MBS
dalam bagan berikut:
CIRI-CIRI MBS
Organisasi Sekolah
|
Proses Belajar Mengajar
|
Sumber Daya Manusia
|
Sumber daya dan Administrasi
|
Menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan
transformasional dalam mencapai tujuan sekolah
|
Meningkatkan kualitas
belajar siswa
|
Memberdayakan staf dan
menempatkan personel yang dapat melayani keperluan semua siswa
|
Mengidentifikasikan sumber
daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan
kebutuhan
|
Menyusun rencana sekolah dan merumuskan
kebijakan untuk sekolah mandiri
|
Mengembangkan kurikulum yang
cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah
|
Memilih staf yang memiliki
wawasan manajemen berbasis sekolah
|
Mengelola dana sekolah
|
Mengelola kegiatan operasional sekolah
|
Menyelenggarakan pengajaran
yang efektif
|
Menyediakan kegiatan untuk pengembangan
profesi pada semua staf
|
Menyediakan dukungan
administratif
|
Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara
sekolah/ dan masyarakat terkait (school
community)
|
Menyediakan program
pengembangan yang diperlukan siswa
|
Menjamin kesejahteraan staf dan
siswa
|
Mengelola dan memelihara
gedung dan sarana lainnya
|
Menjamin akan terpeliharanya sekolah yang
bertanggung jawab (akuntabel kepada masyarakat dan pemerintah)
|
Program pengembangan yang
diperlukan siswa
|
Kesejahteraan staf dan siswa
|
Memelihara gedung dan sarana
lainnya
|
Dengan
demikian, secara umum karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (Syaiful Sagala,
2011)adalah:
1.
Kemandirian, yang menggambarkan
otonomi manajemen sekolah yang efektif dan layanan belajar yang bermutu,
menggunakan evaluasi hasil belajar yang standar, prestasi pembelajaran.
2.
Kemitraan, memanfaatkan potensi
pemangku kepentingan sekolah (pemberdayaan potensi sekolah) dan masyarakat.
3.
Partsiipasi, kepemimpinan sekolah
yang lugas, visioner, antisipasif dan berjiwa enterpreneurship mengikutsertakan
potensi sumber daya sekolah.
4.
Keterbukaan, senantiasa melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik dan kompetitif.
5.
Akuntabilitas, melakukan analisis
kebutuhan, perencanaan pengembangan, dan evaluasi kinerja sesuai visi misi
untuk mencapai tujuan dan target sekolah, menyediakan kesejahteraan personal
sekolah yang cukup dan pantas.
6.
Sekolah tersebut menunjukkan adanya
kegiatan pembelajaran.
7.
Sekolah merupakan agen perubahan.
8.
Adanya komunikasi yang efektif
antara warga sekolah.
9.
Kepemimpinan yang efektif (memiliki
kepribadian, manajerial, kewirausahaan).
10. Adanya
kolaboratif team work dan memiliki tujuan bersama.
11. Adanya
learning to discovery, dan adanya stakeholders.
Dengan memperhatikan karakteristik
pola manajemen berbasis sekolah tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa
sebenarnya pola manajemen berbasis sekolah merupakan
bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang
ditandai dengan adanya otonomi luas ditingkat sekolah, partisipasi masyarakat
yang tinggi, tetapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Semua
hal tersebut harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar. Sekolah
yang menerapkan pola manajemen berbasis sekolah adalah sekolah yang harus lebih
bertanggung jawab, (high resposibility), kreatif
dalam bertindak dan mempunyai wewenang kepentingan/tanggung gugat (publik accountability/ by stake holders). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dibidang
pengelolaan sistem persekolah dan atau pendidikan terjadi pergeseran pola
manajemen, dari pola lama yang lebih berorientasi pada sentralisasi kepola baru
yang lebih mengacu kepada desentralisasi. Secara sederhana perubahan pola
manajemen pendidikan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
POLA LAMA
|
BERUBAH KE
|
POLA BARU (MBS)
|
Sentralistik
|
|
Desentralisasi
|
Subordinasi
|
Otonomi
|
|
Pengambilan keputusan pusat
|
Pengambilan keputusan
partisipatif
|
|
Pendekatan birokratik
|
Pendekatan profesional
|
|
Pengorganisasian yang hierarkis
|
Pengorganisasian yang setara
|
|
Mengarahkan
|
Memfasilitasi
|
|
Dikontrol dan diatur
|
Motivasi diri dan saling
mempengaruhi
|
|
Informasi ada pada yang berwenang
|
Informasi terbagi
|
|
Menghindari resiko
|
Mengelola resiko
|
|
Menggunakan dana sesuai degan
anggaran sampai habis
|
Menggunakan uang sesuai dengan
kebutuhan dan seefesien mungkin
|
Dengan
menerapkan pola manajemen berbasis sekolah, sekolah diharapkan lebih berdaya
dalam beberapa hal berikut:
1.
Menyadari kekuatan,
kelemahan peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut.
2.
Mengetahui dengan jelas
sumber daya yang memiliki dan “input” pendidikan yang akan dikembangkan
3.
Mengoptimalkan sumber
daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya
4.
Bertanggungjawab
terhadap orangtua, masyarakat, lembaga terkait dan pemerintah dalam menyelenggarakan
sekolah
5.
Persaingan sehat dengan
sekolah baik dalam usaha-usaha kreatif inovatif untuk meningkatkan layanan dan
mutu pendidikan.
Keberhasilan
penerapan pola manajemen berbasis sekolah ditentukan kemauan, kemampuan dan
kreativitas sekolah untuk memajukan dan meningkatkan pelayanan dan mutu
pendidikan di sekolahnya.
B.
FUNGSI
MANAJEMEN YANG DISENTRALISASIKAN MELALUI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
1. Fungsi-fungsi Manajemen
Wohlstetter dan Mohrman, dkk (Syaifuddin, 1997) mengemukakan, ada empat hal
penting yang didesentralisasikan atau kewenangannya diberikan kepada sekolah.
Pertama, kekuasaan (power) untuk mengambil keputusan. Kedua, pengetahuan dan keterampilan, termasuk untuk mengambil keputusan yang baik dan pengelolaan secara
profesional. Ketiga, informasi yang diperlukan oleh sekolah untuk mengambil
keputusan. Semula informasi dikirim kepusat untuk mengambil keputusan ditingkat
pusat. Keempat, penghargaan atas prestasi, yang harus
ditangani masing-masing sekolah.
Tiga elemen yang dianggap prasyarat yang bersifat organisional yaitu: (1)
panduan intruksional (pembelajaran) seperti rumusan visi dan misi sekolah,
panduan dari distrik yang memfokuskan pada peningkatan mutu pembelajaran; (2)
kepemimpinan yang mengupayakan kekompakan dan fokus pada upaya perbaikan; (3)
sumber daya yang mendukung pelaksanaan perubahan.
Secara
eksplisit, MPMBS (2004) menyatakan fungsi-fungsi yang sebagai porsinya dapat
digarap oleh sekolah dalam rangka MPMBS ini meliputi: (1) proses belajar
mengajar, (2) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (3) pengelolaan
kurikulum, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan
perlengkapan, (6) pengelolaan keuangan, (7) pelayanan siswa, (8) hubungan
sekolah dan masyarakat, (9) pengelolaan iklim sekolah.
Berdasarkan uraian diatas, nyatalah
bahwa pemberian kewenangan pengelolaan pendidikan ditingkat sekolah dapat
dibagi ke dalam dua kategori, yaitu aspek fungsinya yang mencakup: perencanaan,
pengorganisasian, pengawasan, dan kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini dilaksanakan
oleh sekolah, baik oleh kepala sekolah, guru dan atau komite sekolah. Kemudian
aspek berikutnya adalah aspek teknis yang dikelola oleh sekolah dengan
fungsi-fungsi tersebut, yaitu: (a) perencanaan dan evaluasi, (b) pengembangan
kurikulum, (c) proses pembelajaran, (d) personil atau ketenagaan, (e) keuangan,
(f) fasilitas sekolah, (g) pelayanan siswa (h) hubungan sekolah dan masyarakat
(i) iklim sekolah.
2. Desentralisasi Fungsi-Fungsi
Manajemen
1. Perencanaan dan evaluasi
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan
kebutuhannya. Kebutuhan yang dimaksud, misalnya kebutuhan untuk meningkatkan
mutu sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu,
yang hasilnya akan digunakan sebagai
dasar dalam membuat rencana peningkatan mutu sekolah. Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang
dilakukan secara internal. Evaluasi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk
memantau proses pelaksanaan dan hasil program-program yang telah dilaksanakan.
Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri harus jujur
dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya.
2. Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum sepenuhnya
diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan, dengan mengacu pada standar
kompetensi lulusan, standar isi, kerangka dan struktur kurikulum, serta panduan
penyusunan kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Kebijakan
tersebut memungkinkan setiap satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Sekolah berkewenangan mengembangkan
(memperdalam, memperkaya, memodifikasi) kurikulum, namun tidak boleh mengurangi
isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah dibolehkan memperdalam
kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yang
bervariasi. Sekolah juga dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan, artinya apa
yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, yang seharusnya, dan yang dapat
diajarkan. Demikian juga, sekolah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya
apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan
karakteristik peserta didik. Selain itu sekolah juga diberi kebebasan untuk
mengembangkan kurikulum muatan lokal.
Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menyatakan
hal-hal terkait dengan kurikulum yaitu dalam pasal 35, pasal 36, dan 38 serta
peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006, dapat ditegaskan sebagai berikut:
1.
Kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan dasar dan menengah disusun dan ditetapkan oleh pemerintah
untuk menjaga standar nasional dalam hal isi, proses, dan kompetensi lulusan.
Dalam hubungan ini, kurikulum baru yang sedang diperkenalkan memuat standar
kompetensi, standar isi, dan standar proses. Oleh karena menekan pada berbagai
kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik, kurikulum baru ini dikenal
dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2.
Dalam kerangka MBS, kewenangan yang
diberikan kepada satuan pendidikan bersama komite untuk mengembangkan kurikulum
dalam bentuk pengembangan dan penjabaran dari apa yang sudah ditetapkan secara
nasional, dibawah koordinasi dan supervise dinas pendidikan sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi sekolah. Pengembangan kurikulum tersebut dapat dilakukan baik
secara sendiri-sendiri oleh satuan pendidikan atau dilakukan secara
bersama-sama oleh beberapa sekolah bersama komitenya (bisa dalam satu gugus
atau tingkat kecamatan bahkan bisa dalam tingkat kabupaten), dengan koordinasi
dan supervise dinas pendidikan kabupaten/kota.
3.
Guru mempunyai kewenangan
untuk mengembangkan proses pembelajaran, sesuai metode yang dia kuasai dan dia
pilih, serta alat bantu dan sumber belajar yang dia anggap efektif untuk
mendukung proses pembelajaran.
Jadi, kewenangan sekolah dalam hal pengembangan kurikulum adalah
pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mendasarkan pada standar
isi, standar kompetensi dan standar kelulusan, serta memilih, menjabarkan dan
mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi yang
diinginkan, termasuk di dalamnya adalah pemilihan metode, program pengayaan,
program perbaikan (remedial), dan
pelaksanaan proses pembelajarannya, dengan dukungan input lainnya, serta
evaluasi oleh sekolah.
3. Pengelolaan Proses
Pembelajaran
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama di sekolah. Sekolah diberi
kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan
pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran,
karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. Secara umum strategi,
metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada siswa
(student centered) lebih mampu
memberdayakan pembelajaran siswa. Pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah
pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan
mengajar guru.
Desentralisasi pengelaolaan melalui MBS memberikan kewenangan kepada
sekolah untuk melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi sekolah. Disamping itu dengan KTSP, sekolah atau guru dapat
mengembangkan secara mandiri materi ajar dan kegiatan belajar yang diperlukan
untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan,
serta meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan karakteristik sekolah
masing-masing. Untuk dapat mewujudkan hal itu, sekolah harus memiliki persiapan
yang matang dan memberdayakan seluruh potensi dan unsur sekolah. Dengan
demikian, pembelajaran pun dapat lebih efektif untuk dapat menghasilkan
prestasi belajar yang lebih tinggi.
Proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan merupakan bentuk
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu atau sejumlah sumber belajar
secara individual atau kelompok. Menurut Fattah (Syaifuddin, 2007), proses pembelajaran yang efektif
adalah suatu kondisi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan berbeda pendapat dengan guru, sehingga terjadi dialog interaktif.
Sedangkan Slamet PH menyatakan bahwa proses belajar mengajar merupakan pemberdayaan
pelajar yang digunakan melalui interaksi perilaku pengajar dan perilaku
pelajar, baik di dalam maupun di luar ruang kelas. Karena proses belajar mengajar merupakan pemberdayaan pelajar, maka penekanannya bukan sekedar
penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), tetapi merupakan internalisasi tentang apa yang diajarkan
sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati serta
dipraktikkan oleh pelajar (etos) . Proses pembelajaran seharusnya lebih mementingkan proses pencarian jawaban
daripada sekedar memiliki jawaban. Karena itu, proses pembelajaran yang lebih
mementingkan jawaban baku yang dianggap benar oleh pengajar adalah kurang
efektif. Oleh sebab itu, perlu disadari bahwa proses pembelajaran yang efektif
semestinya menumbuhkan daya kreasi, daya nalar, rasa keingintahuan, dan
eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru (meskipun hasilnya
keliru), memberikan keterbukaan terhadap kemungkinan-kemungkinan baru,
menumbuhkan demokrasi, dan memberikan toleransi pada kekeliruan-keliruan akibat
kreatifitas berpikir.
4. Pengelolaan Ketenagaan
Dalam rangka
MBS peran kewenangan atau peran sekolah masih akan sangat terbatas pada
mengelola ketenagaan yang sudah ada di sekolah, dan sebatas mengelola
pemanfaatan tenaga yang sudah diangkat oleh pemerintah/pemerintah daerah,
kecuali untuk tenaga honorer yang insentifnya sebagian besar dapat dibayarkan
malalui dana BOS dan/atau melalui sumbangan orang tua (komite sekolah). Pasal
41 ayat (1), (2), dan (3) UU Sisdiknas 2003 menyiratkan keterbatasan kewenangan
sekolah:
1.
Pendidikan dan tenaga
kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah.
2.
Pengangkatan, penempatan, dan
penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang
mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.
3.
Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 44 ayat (1), (2), dan
(3) di bawah ini makin memperjelas bahwa pengelolaanketenagaan untuk satuan
pendidikan, sebagian besar tidak pada sekolah/madrasah.
1.
Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2.
Penyelenggara pendidikan oleh
masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
3.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah
wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Terbatasnya
kewenangan sekolah, khususnya sekolah negeri dalam pengelolaan bidang
ketenagaan tentu tidak membuat MBS kehilangan makna dalam hal ini. Dalam
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia sebagai bagian dari sumber daya
pendidikan, satuan pendidikan harus dapat memotivasi, menggalang kerja sama,
menyamakan visi, menyadari misi, serta mengembangkan staf pada level
sekolah/madrasah yang belum ditangani oleh birokrasi diatasnya. Satuan
pendidikan juga melakukan penggalian sumber daya manusia dari luar melalui
kerja sama dengan berbagai pihak. Sebagai contoh pengangkatan guru honorer atau
kontrak disekolah seperti guru komputer, bahasa Inggris, dan lain-lain.
5. Pengelolaan Fasilitas Sekolah
Pengelolaan
fasilitas sekolah sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadaan,
pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini didasari oleh
kenyataan bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik
kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat
erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar. Kebijakan pemerintah tentang pengelolaan sarana dan prasarana sekolah
tertuang didalam UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sidiknas pasal 45 ayat 1 yaitu, “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal
menyediakan sarana dan prasarana yang
memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik” .
6. Pengelolaan Keuangan
Bidang keuangan bagi pendanaan pendidikan di sekolah merupakan salah satu
elemen MBS yang sangat penting. Dari kajian pengalaman di negara- negara lain kita temukan istilah “school-based
budget”, “resource allocation”, dan
“school-funding formula”, yang semua merujuk keuangan sekolah sebagai
elemen penting di dalam pelaksanaan MBS.
Berkaitan dengan pendanaan pendidikan ini, UUD 1945 hasil amandemen ke-4
tahun 2002 pasal 31 ayat (1), (2), dan (4) menyatakan sebagai berikut:
1.
Setiap warga Negara berhak
mendapat pendidikan.
2.
Setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
3.
Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang- kurangnya dua puluh persen dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Di samping
itu, UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat (1) juga menyatakan bahwa:
Dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
Nampaknya
ketentuan tersebut melegakan berbagai pihak terutama kalangan pendidikan dan
orang tua yang bakal lebih ringan bebannya dalam mengeluarkan biaya pendidikan yang
saat ini dirasakan makin menghimpit. Tetapi
jangan terlalu girang terlebih dahulu, sebab penjelasan pasal 49 ayat (1) UU
Sisdiknas tahun 2003 tersebut berbunyi: “Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat
dilakukan secara bertahap”.
Sementara
pasal 49 ayat (3) UU Sisdiknas 2003 menyatakan dana pendidikan dari Pemerintah
dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan semangat elemen pokok MBS yang menghendaki adanya alokasi dana
pendidikan untuk sekolah dalam bentuk “block
grant”(hibah).
Oleh karena
ada tuntutan prinsip pendanaan yang adil, kecukupan, berkelanjutan, dan prinsip
pengelolaan yang juga adil, efisien, transparan dan akuntabel (seperti diatur
dalam pasal 47 ayat (1) UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003), perlu ada formula
pendanaan pendidikan untuk tiap sekolah (school
funding formula). Tentu saja hal ini masih perlu waktu, tetapi harus perlu
segera dirumuskan dan ditetapkan kalau MBS akan diterapkan secara
sungguh-sungguh. Prinsip ini juga berlaku untuk semua satuan pendidikan,
termasuk pendanaan untuk satuan pendidikan swasta baik sekolah maupun madrasah.
Secara yuridis (menurut UU Sisdiknas
tahun 2003) kewenangan sekolah di dalam bidang pengelolaan keuangan sudah
sesuai dengan konsep MBS, terutama untuk sekolah negeri. Dari segi pelaksanaan,
hibah yang diberikan selama ini sudah mulai terlibat polanya melalui BOS, dan
dana-dana lain yang disediakan oleh propinsi maupun pemerintah pusat.
Salah satu jabaran kebijakan
pemerintah berkenaan dengan dana pendidikan direalisasikan dalam bentuk Bantuan
Operasional Siswa (BOS) yang besarnya tergantung dari jumlah siswa. Walaupun
kebijakan BOS ini menguntungkan bagi siswa dalam mengelola pendidikan di
tingkat satuan pendidikan, namun bagi sekolah yang jumlah siswanya sedikit,
kebijakan ini dirasakan masih kurang adil, karena kebutuhan biaya operasional
sekolah tidak mencukupi. Dengan MBS, penyelenggaraan pendidikan dapat melakukan
inovasi pengalokasian sumber dana pendidikan, yang tidak hanya tergantung pada
hibah dari pemerintah, tetapi bersama-sama dengan komite sekolah dapat
menghimpun pendanaan dari masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri (DUDI).
7. Pelayanan Siswa
Pelayanan
siswa meliputi penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, pembimbingan,
penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga
sampai pada pengurusan alumni, dimana hal ini sudah didesentralisasikan
terlebih dahulu sehingga yang diperlukan saat ini adalah peningkatan intensitas
dan ekstensitasnya. Sutisna (Syaifuddin, 2007) mengemukakan tugas kepala
sekolah dalam menajemen siswa adalah menyeleksi siswa baru, menyelenggarakan
pembelajaran, mengontrol kehadiran murid, melakukan uji kompetensi
akademik/kejuruan, melaksanakan bimbingan karier serta penelusuran lulusan. Uji
kompetensi yang dilakukan bersama kepala sekolah dan asosiasi profesi
memudahkan penyaluran dan pemasaran lulusan sekolah ke dunia kerja, ataupun
menciptakan lapangan kerja sendiri untuk berwiraswasta. Kepala sekolah harus menyadari bahwa kepuasan peserta didik dan orang
tuanya serta masyarakat, merupakan indikator keberhasilan sekolah (Sallis,
dalam Syaifuddin, 2007). Keberhasilan ini adalah konsep dasar yang harus menjdi
acuan kepala sekolah dalam mengukur keberhasilan sekolahnya.
8. Hubungan Sekolah Dengan
Masyarakat
Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan
keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan
moral dan finansial. Kinkred Leslie (dalam Syaifuddin, 2007) mengemukakan
pengertian hubungan sekolah dan masyarakat sebagai berikut: “School public relation is a process of
communication between the school and community for purpose of increasing citizens
interest and cooperation in the work of improving the school”.
Elsbree (dalam Syaifuddin, 2007) mengemukakan bahwa hubungan sekolah dengan
masyarakat memiliki tujuan sebagai berikut:
a)
Meningkatkan kualitas belajar
dan pertumbuhan anak.
b)
Meningkatkan tujuan masyarakat
dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
c)
Mengembangkan antusiasme dalam
membantu kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat di sekitar sekolah.
Singkatnya,
lingkungan dan masyarakat sekitar sekolah adalah ekosistem pendidikan yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Esensi
hubungan sekolah masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian,
kepemilikan, dan dukungan moral-finansial dari masyarakat. Masyarakat
lingkungan juga merupakan sumber daya pendidikan, laboratorium pendidikan,
maupun sebagai penasehat pendidikan (Advidsory
council). Di sisi lain, masyarakat sebagai pelanggan yang dihasilkan oleh
sekolah.
9. Iklim Sekolah
Pelaksanaan
MBS perlu didukung oleh iklim sekolah (fisik dan nonfisik) yang
kondusif-akademik yang merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar
mengajar yang menyenangkan. Iklim yang demikian akan
mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih menekankan
pada belajar mengetahui (learning to
know), belajar berkarya (learning to
do), belajar menjadi diri sendiri (learning
to be), dan belajar hidup bersama secara harmonis (learning to live together) (Mulyasa, 2005). Lingkungan sekolah
yang aman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah,
kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah
contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa.
BAB III
MASALAH-MASALAH YANG
DITEMUKAN
A.
Karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah
Disekolah
SD Negeri 050673 Gohor Lama Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat bagian input
pendidikannya telah tersedia dengan baik namun hanya pada beberapa point saja
yang kurang maksimal pengadaannya seperti, sumberdaya yang ada disekolah
tersebut yaitu sarana dan prasarana yang masih kurang. Point tersebut kurang
memadai dikarenakan sekolah yang terlalu masuk kedalam keberadaanya sehingga
sekolah tersebut kurang diperhatikan
sistem prasarananya oleh pemerintah setempat. Dan point yang kedua sumber daya
guru dan siswa yang ada juga kurang, dikarenakan guru yang ada disekolah
tersebut sudah pada tua dan kurang mendapat penyegaran tentang ilmu yang
sekarang berkembang, sehingga guru yang mengajar tidak secara maksimal. Sedangkan
siswa yang ada pada sekolah tersebut kurang dari jumlah yang seharusnya.
Misalnya satu kelas yang dapat berisi 20 siswa, namun di sekolah tersebut hanya
memiliki 15 siswa karena pengaruh lingkungan sekitar, pengaruh orang tua yang
kurang memperhatikan pendidikan untuk anaknya sendiri dan ekonomi orang tua yang masih kurang baik.
Proses
pengajaran dan pembelajaran disekolah SD Negeri 050673 Gohor Lama juga kurang
maksimal dikarenakan guru yang sudah tua dan kurang mendapatkan penyegaran
seperti penataran dan pelatihan untuk mengembangkan
pendidikan kepada peserta didiknya. Karena guru kurang maksimal dalam
pengajaran secara otomatis proses belajar mengajar terhadap peserta didik juga
kurang semaksimal mungkin.
Jadi,karena
input dan prosesnya tidak berjalan dengan baik maka output di sekolah juga
tidak dapat dihasilkan dengan baik, dikarenakan input dan proses yang ada
kurang memadai dan mendukung. Prestasi-prestasi yang mampu untuk didapatkan
jadi semakin sullit hanya dikarenakan sumberdaya sekolah, guru dan siswa yang ada kurang
mendukung dengan baik.
B.
Fungsi
Manajemen yang Disentralisasikan Melalui Manajemen Berbasis Sekolah
Sistem
perencanaan dan evaluasi disekolah SD Negeri 050673 Gohor Lama sudah berjalan
dengan baik sesuai kebutuhan yang ada.
Metode
maupun strategi proses belajar mengajar sudah dilakukan dan diterapkan oleh
guru terhadap siswanya. Namun belum dilakukan secara maksimal dikarenakan guru
tersebut masih mengalami kekurangan dalam tingkat
kreatifitas yang dimilikinya. Dan perlengkapan dalam melaksanakan pengembangan
kurikulum terhadap siswa masih kurang memadai, jadi guru masih secara terbatas
kembali dalam mengembangkan kreatifitasnya di dalam pengembangan perencanaan
pembelajaran di sekolah.
BAB IV
SOLUSI DARI MASALAH
A.
Karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah
Solusi
yang dapat diberikan yaitu sekolah mengusulkan kepada pemerintah agar
mendapatkan perhatian dan bantuan, kemudian pihak sekolah bisa menggunakan dana
BOS untuk membelanjakan sarana dan prasarana sesuai dengan aturan yang berlaku.
Untuk guru dapat memberikan penyegaran kepada guru seperti penataran dan
pelatihan, kemudian lebih mengaktifkan kelompok kerja guru (KKG). Untuk siswa,
guru berserta komite membuat rapat wali murid untuk bekerja sama dalam
menangani pendidikan anak di masyarakat dan guru juga nantinya meminta bantuan
orang tua untuk memperthatikan anaknya di dunia pendidikan dan lingkungannya. Jika
semua telah terpenuhi dan terlaksana
dengan baik maka sekolah tersebut akan menghasilkan
prestasi yang baik semaksimal
mungkin.
B.
Fungsi
Manajemen yang Disentralisasikan Melalui Manajemen Berbasis Sekolah
Perencanaan dan evaluasi yang dilakukan sudah baik, jadi hanya perlu
dijaga dan dimaksimalkan pelaksanaannya agar pelaksanaan pendidikan disekolah
tersebut dapat terencana dengan baik. Keperluan dan kebutuhan juga harus
disusun sesuai dengan visi misi untuk mencapai tujuan dan target sekolah serta menyediakan kesejahteraan personal sekolah yang cukup
dan pantas.
Pengembangan kurikulum hendaknya mempertimbangkan segala potensi alam,
sumberdaya manusia maupun sarana dan prasarana yang ada. Sekaligus
memberdayakan guru agar kreatif, inovatif, terampil, dan berani berinisiatif
dalam mengembangkan model-model penajaran secara variatif.
BAB V
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Bahwa secara umum karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah adalah: sekolah tersebut menunjukkan adanya kegiatan
pembelajaran, sekolah merupakan agen perubahan, adanya komunikasi yang efektif
antara warga sekolah, kepemimpinan yang efektif (memiliki kepribadian,
manajerial, kewirausahaan), adanya kolaboratif team work, memiliki tujuan
bersama, adanya learning to discovery, dan adanya stakeholders. Selain itu,
karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah tidak akan lepas dari karakteristik
sekolah yang efektif yaitu: adanya perencanaan yang baik, kegiatan pembelajaran
direncanakan dengan baik, adanya manajemen yang baik antara komponen-komponen
sekolah, kegiatan pembelajaran memungkinkan adanya keaktifan dan partisipasi
siswa, adanya partisipasi yang tinggi dari orang tua dan masyarakat dalam
rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, pendidik dan pemimpin
yang berkompeten. Manajemen berbasis sekolah juga memiliki fungsi
manajemen yang didesentralisasikan yang mana terdiri dari perencanaan evaluasi
program sekolah dan pengeloaan kurikulum.
b.
Saran
Penulis mengatakan dan
menyarankan bahwa menajemen berbasis sekolah merupakan salah satu manajemen
yang dapat digunakan dalam meningkatkan proses pembelajaran yang nanti pada
akhirnya meningkatkan kualitas output yang dihasilkan maka perlu adanya
pendalaman dan pemahaman mengenai karakteristik maupun fungsi yang
disentralisasi dengan membaca referensi lain agar lebih paham dan mengerti
dalam sistem penerapannya dalam bidang pendidikan untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Danim,
Sudarwan. 2005. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Mulyasa,
E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : PT Remaja Rosdakarya.
Nurkolis.2003.
Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : PT Grasindo.
http://izzaucon.blogspot.co.id/2014/06/karakteristik-manajemen-berbasis-sekolah.html
http://wayanmegayana.blogspot.co.id/2011/12/fungsi-managemen-yang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar