Jumat, 27 Mei 2016

MBS : KARAKTERISTIK DAN FUNGSI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH



MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
“KARAKTERISTIK DAN FUNGSI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH”
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
1.      DWI PUTRI MARDINAWANTI (1131111009)
2.      LIDYA KANDA BR.GINTING (1131111018)
3.      NUR SA’ADAH SITOMPUL (1131111028)
4.      SEKAR DRYA FAJRIN NURINA (1131111038)
KELAS : A REGULER 2013
                                                                





PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2016




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mata kuliah Manajemen Berbasis Sekolah.
Harapan kami, semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan, karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang.
Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, hanya kepada Allah kami bersyukur atas selesainya makalahini, semoga Allah Swt. Memberikan petunjuk kepada kita semua.
                                                                                                           
Medan,   Maret  2016
                                                                                                                        Penulis


                                                                                                                     Kelompok 4







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………  i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………  ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………...  1
a.       Latar Belakang ……………………………………………………………….  1
b.      Rumusan Masalah  ……………………………………………………………  2
c.       Tujuan  ………………………………………………………..........................  2
BAB II URAIAN KONSEP ………………………………………………………  3
a.       Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ………………………………….  3
b.      Fungsi Manajemen yang Disentralisasikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah
  …………………………………………………………………………….....  14
BAB III MASALAH YANG DITEMUKAN ……………………………………  22
a.       Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ………………………………….  22
b.      Fungsi Manajemen yang Disentralisasikan melalui Manajemen Berbasis sekolah
………………………………………………………………………………...  22
BAB IV SOLUSI DARI MASALAH ……………………………………………….  24
a.       Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ………………………………….  24
b.      Fungsi Manajemen yang Disentralisasikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah
………………………………………………………………………………..  24
BAB V PENUTUP ………………………………………………………………….  25
a.       Kesimpulan   ………………………………………………………………….  25
b.      Saran ………………………………………………………………………….  25
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………..  26



BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang
Manajemen Berbasis Sekolah atau sering disebut sebagai MBS merupakan suatu paradigma baru dalam pendidikan di Indonesia. Manajemen Berbasis Sekolah memungkinkan adanya pengembangan pendidikan yang mampu mencetak generasi-generasi unggulan yang mampu bersaing dalam dunia global. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) mendasarkan pada adanya otonomi yaitu adanya kebebasan tiap daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan apa-apa yang dipunyai termasuk dalam hal pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang ditunjukkan dengan pernyataan politik dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, dan mikro.
Manajemen Berbasis Sekolah mensaratkan adanya keikutsertaan dan partisispasi dari berbagai pihak yaitu mulai dari warga sekolah itu sendiri, orang tua atau wali siswa, hingga pada lingkungan sekitar agar pendidikan dapat berjalan dengan baik dan dapat tercipta pembelajaran yang efektif di dalamnya. Pembelajaran yang efektif inilah yang akan mengorientasikan pada dihasilkannya output yang berkualitas baik. Karena output yang dihasilkan tidak dapat lepas dari pengaruh proses pembelajaran yang berlangsung maka prosesnya pun perlu dukungan dari berbagai pihak.
Isi dari Manajemen Berbasis Sekolah adalah bentuk dari alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh adanya otonomi yang luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam kerangka pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tangap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Oleh karena itu, dalam hal ini sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar baik kepada orang tua, masyarakat, maupun pemerintah. Partisipasi orang tua juga tidak hanya sekedar dari segi finansial, tapi juga dari segi motivasi dan dorongan agar pendidikan di sekolah tersebut lebih maju.
Uraian di atas memberikan gambaran bahwa sekolah yang menggunakan Manajemen Berbasis Sekolah mensaratkan adanya pembelajaran yang efektif dengan adanya partisipasi dari banyak pihak yang terkait dengan pendidikan itu. Oleh karena itu, ada beberapa karakteristik Manajemen Berbais Sekolah yang perlu diperhatikan dan dipenuhi dalam rangka penggunaan Manajemen Berbasis Sekolah tersebut dengan baik dan sukses. Karakteristik tersebut juga dapat menjadi pegangan dan arahan dalam rangka tercapainya Manajemen Berbasis Sekolah dengan memusatkan pada perkembangan anak bukan hanya tau, tapi juga paham akan nilai dan sadar akan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Manajemen Berbasis Sekolah juga memungkinkan penggunaan teknik pembelajaran dengan mengikuti paradigma baru terkait dengan pengembangan kemampuan peserta didik yang mempunyai karakter serta nilai yang baik yang kemudian dilaksanakan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Namun tidak sedikit yang tidak tahu atau kurang paham dengan beberapa karakteristik yang melekat pada sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

b.      Rumusan Masalah
1.      Bagaimana karakteristik manajemen berbasis sekolah ?
2.      Bagaimana fungsi manajemen yang disentralisasikan melalui manajemen berasis sekolah?

c.       Tujuan
1.      Untuk mengetahui karakteristik manajemen berbasis sekolah.
2.      Untuk mengetahui fungsi manajemen yang disentralisasikan melalui manajemen berbasis sekolah.








BAB II
URAIAN KONSEP

A.    KARAKTERISTIK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan MBS, sejumlah karakteristik MBS perlu dimiliki. Karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MBS merupakan wadah/kerangka, sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik MBS memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Dalam menguraikan karakteristik MBS pendekatan sistem, yaitu input, proses, dan output digunakan untuk memandunya (Rohiyat, 2010). Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah merupakan sebuah sistem sehingga penguraian karakteristik MBS (yang juga karakteristik sekolah efektif didasarkan pada input, proses, dan output). Uraian berikut dimulai dari output dan diakhiri dengan input karena output memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedangkan proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah dari output
Masing-masing elemen ini akan dipaparkan satu persatu dengan menggunakan pendekatan sistem.
1.      Input Pendidikan
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi , sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BK, karyawan, peserta didik) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dan sebagainya).  Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana progam, dan sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sarana-sarana yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu output tersebut.

a)      Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada semua warga sekolah sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah.
b)     Sumberdaya Tersedia dan Siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk kelangsungan proses pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan berlangsung secara memadai dan pada akhirnya sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya) dengan penegasan bahwa sumberdaya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran sekolah tanpa campur tangan sumber daya manusia.
Secara umum, sekolah yang menerapkan MBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan. Artinya, segala sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan dalam keadaan siap. Ini bukan berarti bahwa sumberdaya yang ada harus mahal, tetapi sekolah yang bersangkutan dapat memanfaatkan keberadaan sumberdaya yang ada dilingkungan sekolahnya. Oleh karena itu, diperlukan kepala sekolah yang mampu memobilisasi sumberdaya yang ada disekitarnya.
c)      Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
Meskipun pada butir (b) telah disinggung tentang ketersediaan dan kesiapan sumberdaya manusia (staff), pada butir ini perlu ditekankan lagi karena staf merupakan jiwa sekolah. Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas, yaitu bagi sekolah yang ingin memiliki efektivitas yang tinggi, kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan suatu keharusan.
d)     Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat prestasi yang maksimal, walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada di sekolah.
Peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Harapan terbesar dari ketiga unsur sekolah ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sekolah selalu dinamis untuk menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.
e)      Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
Pelanggan, terutama siswa, harus menjadi fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tujuan utamanya adalah meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik. Konsekuensi logis dari semua hal tersebut adalah penyiapan input dan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan sosok utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan dari siswa.
f)       Input Manajemen
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda sekolah. Kepala sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya menggunakan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif.
Input manajemen yang dimaksud meliputi: tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolahnya untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan agar sasaran yang telah disepakati dapat dicapai.

2.      Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
a.      Proses Belajar Mengajar dengan Efektivitas yang Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki efektivitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan sekedar memorisasi dan recall atau penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati (ethos) serta dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). Belajar yang efektif juga mengacu pada pilar-pilar pendidikan menurut UNESCO yaitu:
·         Learning to know yaitu belajar untuk mengetahui.
·         Learning to do yaitu belajar untuk melakukan.
·          Learning to live together yaitu belajar untuk bermasyarakat.
·         Learning to be yaitu belajar tentang apa yang bisa dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, serta ditambah dengan.
·         Learning to religi yaitu belajar untuk memahami agama.
Dengan demikian maka kegiatan pembelajaran akan dapat memiliki efektivitas yang tinggi.
b.      Kepemimpinan Sekolah yang Kuat
Pada sekolah yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah yang tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.
c.       Lingkungan Sekolah yang Aman dan Tertib
Sekolah dengan MBS memiliki lingkungan sekolah yang aman dan tertib. Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman, dan tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal ini, kepala sekolah memegang peranan yang sangat penting.
d.      Pengelolaan Tenaga Kependidikan yang Efektif
Sekolah dengan SBM memiliki pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif. Tenaga kependidikan, terutama guru merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah dan sekolah yang menerapkan MBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisa kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga imbal jasa merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah. Pada pengembangan tenaga kependidikan, hal tersebut harus dilaksanakan secara terus menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MBS adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi dan selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
e.       Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Sekolah MBS memiliki budaya mutu yang memiliki elemn-elemen sebagai berikut: (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas pada tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus menjadi basis untuk kerjasama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
f.       Sekolah Memiliki Teamwork yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Sekolah dengan MBS memiliki Team work. Team Work merupakan karakteristik yang dituntut oleh MBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Uraian dari team work itu sendiri adalah : t= together (bersama), e= empathy (peduli), a= assist (saling membantu), m= maturity, w= willingnes (sukarela), o= organisation (pengorganisasian), r= respect, k= kidness (ramah).
g.      Sekolah Memiliki Kewenangan (Kemandirian)
Sekolah dengan MBS memiliki kewenangan sekolah yaitu melaksanakan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang baik. Untuk menjadi mandiri sekolah harus memiliki sumber daya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
h.      Partisipasi yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar pula rasa tanggung jawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.
i.        Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MBS. Keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
j.        Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (Psikologi dan Fisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud dengan perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap perubahan dilakukan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
k.      Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Sekolah dengan MBS selalu melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan terus menerus.
Perbaikan secara terus-menerus harus menjadi kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Oleh karena itu, harus ada sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses, dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu.
l.        Sekolah Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
Sekolah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Oleh karena itu, sekolah harus selalu dapat membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Sekolah dituntut untuk tidak hanya mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin akan terjadi. Menjemput bola adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
m.    Memiliki Komunikasi yang Baik
Sekolah dengan MBS memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah dan juga antara sekolah dan masyarakat sehingga kegiatan yang dilakukan oleh tiap-tiap warga sekolah dapat diketahui. Dengan cara seperti ini, keterpaduan semua kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak, dan cerdas sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata oleh warga sekolah.
n.      Sekolah Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil program tersebut, pemerintah dapat menilai apakah program MBS telah mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak.
Jika berhasil, pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan sehingga dapat menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Akan tetapi, jika program tidak berhasil, pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat. Demikian pula, para orangtua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anaknya secara individual dan kinerja sekolah secara keseluruhan.
Apabila hal ini berhasil dilakukan, orangtua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Akan tetapi, jika program tersebut kurang berhasil, orangtua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program MBS yang telah dilakukan. Dengan cara seperti ini, sekolah tidak akan main-main dalam melaksanakan program pada tahun-tahun yang akan datang.
o.      Manajemen Lingkungan Hidup Sekolah Baik
Sekolah efektif melaksanakan manajemen lingkungan hidup sekolah secara efektif. Sekolah memiliki perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengoordinasian, dan pengevaluasian pendidikan kecakapan hidup (program adiwiyata) yang dikembangkan secara terus menerus dari waktu ke waktu. Sekolah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan kesadaran warga sekolah tentang nilai-nilai lingkungan hidup dan mampu mengubah perilaku dan sikap warga sekolah untuk menuju lingkungan hidup yang sehat.
p.      Sekolah Memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitas), baik dalam program maupun pendanaannya. Sustainabilitas program dapat dilihat dari berkelanjutan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Sustainabilitas pendanaan dapat ditunjukkan oleh kemampuan sekolah dalam mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali sumberdana dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya menggantungkan subsidi dari pemerintah bagi sekolah-sekolah negeri.

3.      Output yang Diharapkan
Sekolah memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achievement) dan output yang berupa prestasi non akademik (nonacademic achievement). Output prestasi akademik misalnya, NUAN/NUNAS, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara berfikir (kritis, kreatif divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah). Output nonakademik, misalnya akhlak/budi pekerti, dan perilaku sosial yang baik seperti bebas narkoba, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian, dan kepramukaan.

Karakteristik MBS juga bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar-mengajar, pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi. Lebih lanjut BPPN dan Bank Dunia (1999), mengutip dari Focus on School: The Future Organisation of Education Services for Student, Departement of Education, Australia 1990 (dalam Mulyasa, 2005), mengemukakan cirri-ciri MBS dalam bagan berikut:

CIRI-CIRI MBS

Organisasi Sekolah
Proses Belajar Mengajar
Sumber Daya Manusia
Sumber daya dan Administrasi
Menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah
Meningkatkan kualitas belajar siswa
Memberdayakan staf dan menempatkan personel yang dapat melayani keperluan semua siswa
Mengidentifikasikan sumber daya yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya tersebut sesuai dengan kebutuhan
Menyusun rencana sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolah mandiri
Mengembangkan kurikulum yang cocok dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah
Memilih staf yang memiliki wawasan manajemen berbasis sekolah
Mengelola dana sekolah
Mengelola kegiatan operasional sekolah
Menyelenggarakan pengajaran yang efektif
Menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua staf
Menyediakan dukungan administratif
Menjamin adanya komunikasi yang efektif antara sekolah/ dan masyarakat terkait (school community)
Menyediakan program pengembangan yang diperlukan siswa
Menjamin kesejahteraan staf dan siswa
Mengelola dan memelihara gedung dan sarana lainnya
Menjamin akan terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab (akuntabel kepada masyarakat dan pemerintah)
Program pengembangan yang diperlukan siswa
Kesejahteraan staf dan siswa
Memelihara gedung dan sarana lainnya

Dengan demikian, secara umum karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (Syaiful Sagala, 2011)adalah:
1.      Kemandirian, yang menggambarkan otonomi manajemen sekolah yang efektif dan layanan belajar yang bermutu, menggunakan evaluasi hasil belajar yang standar, prestasi pembelajaran.
2.      Kemitraan, memanfaatkan potensi pemangku kepentingan sekolah (pemberdayaan potensi sekolah) dan masyarakat.
3.      Partsiipasi, kepemimpinan sekolah yang lugas, visioner, antisipasif dan berjiwa enterpreneurship mengikutsertakan potensi sumber daya sekolah.
4.      Keterbukaan, senantiasa melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan kompetitif.
5.      Akuntabilitas, melakukan analisis kebutuhan, perencanaan pengembangan, dan evaluasi kinerja sesuai visi misi untuk mencapai tujuan dan target sekolah, menyediakan kesejahteraan personal sekolah yang cukup dan pantas.
6.      Sekolah tersebut menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran.
7.      Sekolah merupakan agen perubahan.
8.      Adanya komunikasi yang efektif antara warga sekolah.
9.      Kepemimpinan yang efektif (memiliki kepribadian, manajerial, kewirausahaan).
10.  Adanya kolaboratif team work dan memiliki tujuan bersama.
11.  Adanya learning to discovery, dan adanya stakeholders.

Dengan memperhatikan karakteristik pola manajemen berbasis sekolah tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa sebenarnya pola manajemen berbasis sekolah merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas ditingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, tetapi masih dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Semua hal tersebut harus mengakibatkan peningkatan proses belajar mengajar. Sekolah yang menerapkan pola manajemen berbasis sekolah adalah sekolah yang harus lebih bertanggung jawab, (high resposibility), kreatif dalam bertindak dan mempunyai wewenang kepentingan/tanggung gugat (publik accountability/ by stake holders).  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dibidang pengelolaan sistem persekolah dan atau pendidikan terjadi pergeseran pola manajemen, dari pola lama yang lebih berorientasi pada sentralisasi kepola baru yang lebih mengacu kepada desentralisasi. Secara sederhana perubahan pola manajemen pendidikan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :







POLA LAMA
BERUBAH KE
POLA BARU (MBS)
Sentralistik
Desentralisasi
Subordinasi
Otonomi
Pengambilan keputusan pusat
Pengambilan keputusan partisipatif
Pendekatan birokratik
Pendekatan profesional
Pengorganisasian yang hierarkis
Pengorganisasian yang setara
Mengarahkan
Memfasilitasi
Dikontrol dan diatur
Motivasi diri dan saling mempengaruhi
Informasi ada pada yang berwenang
Informasi terbagi
Menghindari resiko
Mengelola resiko
Menggunakan dana sesuai degan anggaran sampai habis
Menggunakan uang sesuai dengan kebutuhan dan seefesien mungkin

Dengan menerapkan pola manajemen berbasis sekolah, sekolah diharapkan lebih berdaya dalam beberapa hal berikut:
1.                  Menyadari kekuatan, kelemahan peluang, dan ancaman bagi sekolah tersebut.
2.                  Mengetahui dengan jelas sumber daya yang memiliki dan “input” pendidikan yang akan dikembangkan
3.                  Mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk kemajuan lembaganya
4.                  Bertanggungjawab terhadap orangtua, masyarakat, lembaga terkait dan pemerintah dalam menyelenggarakan sekolah
5.                  Persaingan sehat dengan sekolah baik dalam usaha-usaha kreatif inovatif untuk meningkatkan layanan dan mutu pendidikan.
Keberhasilan penerapan pola manajemen berbasis sekolah ditentukan kemauan, kemampuan dan kreativitas sekolah untuk memajukan dan meningkatkan pelayanan dan mutu pendidikan di sekolahnya.
B.     FUNGSI MANAJEMEN YANG DISENTRALISASIKAN MELALUI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
1.      Fungsi-fungsi Manajemen
Wohlstetter dan Mohrman, dkk (Syaifuddin, 1997) mengemukakan, ada empat hal penting yang didesentralisasikan atau kewenangannya diberikan kepada sekolah. Pertama, kekuasaan (power) untuk mengambil keputusan. Kedua, pengetahuan dan keterampilan, termasuk untuk mengambil keputusan yang baik dan pengelolaan secara profesional. Ketiga, informasi yang diperlukan oleh sekolah untuk mengambil keputusan. Semula informasi dikirim kepusat untuk mengambil keputusan ditingkat pusat. Keempat, penghargaan atas prestasi, yang harus ditangani masing-masing sekolah.
Tiga elemen yang dianggap prasyarat yang bersifat organisional yaitu: (1) panduan intruksional (pembelajaran) seperti rumusan visi dan misi sekolah, panduan dari distrik yang memfokuskan pada peningkatan mutu pembelajaran;  (2) kepemimpinan yang mengupayakan kekompakan dan fokus pada upaya perbaikan; (3) sumber daya yang mendukung pelaksanaan perubahan.
Secara eksplisit, MPMBS (2004) menyatakan fungsi-fungsi yang sebagai porsinya dapat digarap oleh sekolah dalam rangka MPMBS ini meliputi: (1) proses belajar mengajar, (2) perencanaan dan evaluasi program sekolah, (3) pengelolaan kurikulum, (4) pengelolaan ketenagaan, (5) pengelolaan peralatan dan perlengkapan, (6) pengelolaan keuangan, (7) pelayanan siswa, (8) hubungan sekolah dan masyarakat, (9) pengelolaan iklim sekolah.




Berdasarkan uraian diatas, nyatalah bahwa pemberian kewenangan pengelolaan pendidikan ditingkat sekolah dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu aspek fungsinya yang mencakup: perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, dan kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini dilaksanakan oleh sekolah, baik oleh kepala sekolah, guru dan atau komite sekolah. Kemudian aspek berikutnya adalah aspek teknis yang dikelola oleh sekolah dengan fungsi-fungsi tersebut, yaitu: (a) perencanaan dan evaluasi, (b) pengembangan kurikulum, (c) proses pembelajaran, (d) personil atau ketenagaan, (e) keuangan, (f) fasilitas sekolah, (g) pelayanan siswa (h) hubungan sekolah dan masyarakat (i) iklim sekolah.





2.      Desentralisasi Fungsi-Fungsi Manajemen

1.      Perencanaan dan evaluasi
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan yang dimaksud, misalnya kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Oleh karena itu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu, yang hasilnya akan digunakan sebagai dasar dalam membuat rencana peningkatan mutu sekolah. Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evaluasi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk memantau proses pelaksanaan dan hasil program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya.
2.      Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan, dengan mengacu pada standar kompetensi lulusan, standar isi, kerangka dan struktur kurikulum, serta panduan penyusunan kurikulum yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Kebijakan tersebut memungkinkan setiap satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Sekolah berkewenangan mengembangkan (memperdalam, memperkaya, memodifikasi) kurikulum, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah dibolehkan memperdalam kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yang bervariasi. Sekolah juga dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, yang seharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian juga, sekolah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristik peserta didik. Selain itu sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.
Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menyatakan hal-hal terkait dengan kurikulum yaitu dalam pasal 35, pasal 36, dan 38 serta peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006, dapat ditegaskan sebagai berikut:
1.      Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah disusun dan ditetapkan oleh pemerintah untuk menjaga standar nasional dalam hal isi, proses, dan kompetensi lulusan. Dalam hubungan ini, kurikulum baru yang sedang diperkenalkan memuat standar kompetensi, standar isi, dan standar proses. Oleh karena menekan pada berbagai kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik, kurikulum baru ini dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2.      Dalam kerangka MBS, kewenangan yang diberikan kepada satuan pendidikan bersama komite untuk mengembangkan kurikulum dalam bentuk pengembangan dan penjabaran dari apa yang sudah ditetapkan secara nasional, dibawah koordinasi dan supervise dinas pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah. Pengembangan kurikulum tersebut dapat dilakukan baik secara sendiri-sendiri oleh satuan pendidikan atau dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa sekolah bersama komitenya (bisa dalam satu gugus atau tingkat kecamatan bahkan bisa dalam tingkat kabupaten), dengan koordinasi dan supervise dinas pendidikan kabupaten/kota.
3.      Guru mempunyai kewenangan untuk mengembangkan proses pembelajaran, sesuai metode yang dia kuasai dan dia pilih, serta alat bantu dan sumber belajar yang dia anggap efektif untuk mendukung proses pembelajaran.
Jadi, kewenangan sekolah dalam hal pengembangan kurikulum adalah pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mendasarkan pada standar isi, standar kompetensi dan standar kelulusan, serta memilih, menjabarkan dan mengembangkan materi pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi yang diinginkan, termasuk di dalamnya adalah pemilihan metode, program pengayaan, program perbaikan (remedial), dan pelaksanaan proses pembelajarannya, dengan dukungan input lainnya, serta evaluasi oleh sekolah.
3.      Pengelolaan Proses Pembelajaran
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama di sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. Secara umum strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada siswa (student centered) lebih mampu memberdayakan pembelajaran siswa. Pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru.
Desentralisasi pengelaolaan melalui MBS memberikan kewenangan kepada sekolah untuk melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah. Disamping itu dengan KTSP, sekolah atau guru dapat mengembangkan secara mandiri materi ajar dan kegiatan belajar yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan, serta meningkatkan mutu sekolah sesuai dengan karakteristik sekolah masing-masing. Untuk dapat mewujudkan hal itu, sekolah harus memiliki persiapan yang matang dan memberdayakan seluruh potensi dan unsur sekolah. Dengan demikian, pembelajaran pun dapat lebih efektif untuk dapat menghasilkan prestasi belajar yang lebih tinggi.
Proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan merupakan bentuk pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu atau sejumlah sumber belajar secara individual atau kelompok. Menurut Fattah (Syaifuddin, 2007), proses pembelajaran yang efektif  adalah suatu kondisi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan berbeda pendapat dengan guru, sehingga terjadi dialog interaktif. Sedangkan Slamet PH menyatakan bahwa proses belajar mengajar merupakan pemberdayaan pelajar yang digunakan melalui interaksi perilaku pengajar dan perilaku pelajar, baik di dalam maupun di luar ruang kelas. Karena proses belajar mengajar merupakan pemberdayaan pelajar, maka penekanannya bukan sekedar penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), tetapi merupakan internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati serta dipraktikkan oleh pelajar (etos. Proses pembelajaran seharusnya lebih mementingkan proses pencarian jawaban daripada sekedar memiliki jawaban. Karena itu, proses pembelajaran yang lebih mementingkan jawaban baku yang dianggap benar oleh pengajar adalah kurang efektif. Oleh sebab itu, perlu disadari bahwa proses pembelajaran yang efektif semestinya menumbuhkan daya kreasi, daya nalar, rasa keingintahuan, dan eksperimentasi untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru (meskipun hasilnya keliru), memberikan keterbukaan terhadap kemungkinan-kemungkinan baru, menumbuhkan demokrasi, dan memberikan toleransi pada kekeliruan-keliruan akibat kreatifitas berpikir.
4.      Pengelolaan Ketenagaan
Dalam rangka MBS peran kewenangan atau peran sekolah masih akan sangat terbatas pada mengelola ketenagaan yang sudah ada di sekolah, dan sebatas mengelola pemanfaatan tenaga yang sudah diangkat oleh pemerintah/pemerintah daerah, kecuali untuk tenaga honorer yang insentifnya sebagian besar dapat dibayarkan malalui dana BOS dan/atau melalui sumbangan orang tua (komite sekolah). Pasal 41 ayat (1), (2), dan (3) UU Sisdiknas 2003 menyiratkan keterbatasan kewenangan sekolah:
1.      Pendidikan dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah.
2.      Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal.
3.      Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik  dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 44 ayat (1), (2), dan (3) di bawah ini makin memperjelas bahwa pengelolaanketenagaan untuk satuan pendidikan, sebagian besar tidak pada sekolah/madrasah.
1.      Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2.      Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
3.      Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Terbatasnya kewenangan sekolah, khususnya sekolah negeri dalam pengelolaan bidang ketenagaan tentu tidak membuat MBS kehilangan makna dalam hal ini. Dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia sebagai bagian dari sumber daya pendidikan, satuan pendidikan harus dapat memotivasi, menggalang kerja sama, menyamakan visi, menyadari misi, serta mengembangkan staf pada level sekolah/madrasah yang belum ditangani oleh birokrasi diatasnya. Satuan pendidikan juga melakukan penggalian sumber daya manusia dari luar melalui kerja sama dengan berbagai pihak. Sebagai contoh pengangkatan guru honorer atau kontrak disekolah seperti guru komputer, bahasa Inggris, dan lain-lain.   
5.      Pengelolaan Fasilitas Sekolah
Pengelolaan fasilitas sekolah sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar. Kebijakan pemerintah tentang pengelolaan sarana dan prasarana sekolah tertuang didalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sidiknas pasal 45 ayat 1 yaitu, “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik” .
6.      Pengelolaan Keuangan
Bidang keuangan bagi pendanaan pendidikan di sekolah merupakan salah satu elemen MBS yang sangat penting. Dari kajian pengalaman di negara- negara lain kita temukan istilah “school-based budget”, “resource allocation”, dan “school-funding formula”, yang semua merujuk keuangan sekolah sebagai elemen penting di dalam pelaksanaan MBS.
Berkaitan dengan pendanaan pendidikan ini, UUD 1945 hasil amandemen ke-4 tahun 2002 pasal 31 ayat (1), (2), dan (4) menyatakan sebagai berikut:
1.      Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.
2.      Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
3.      Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang- kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Di samping itu, UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat (1) juga menyatakan bahwa:
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Nampaknya ketentuan tersebut melegakan berbagai pihak terutama kalangan pendidikan dan orang tua yang bakal lebih ringan bebannya dalam mengeluarkan biaya pendidikan yang saat ini dirasakan makin menghimpit. Tetapi jangan terlalu girang terlebih dahulu, sebab penjelasan pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas tahun 2003 tersebut berbunyi: “Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap”.
Sementara pasal 49 ayat (3) UU Sisdiknas 2003 menyatakan dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan semangat elemen pokok MBS yang menghendaki adanya alokasi dana pendidikan untuk sekolah dalam bentuk “block grant”(hibah).
Oleh karena ada tuntutan prinsip pendanaan yang adil, kecukupan, berkelanjutan, dan prinsip pengelolaan yang juga adil, efisien, transparan dan akuntabel (seperti diatur dalam pasal 47 ayat (1) UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003), perlu ada formula pendanaan pendidikan untuk tiap sekolah (school funding formula). Tentu saja hal ini masih perlu waktu, tetapi harus perlu segera dirumuskan dan ditetapkan kalau MBS akan diterapkan secara sungguh-sungguh. Prinsip ini juga berlaku untuk semua satuan pendidikan, termasuk pendanaan untuk satuan pendidikan swasta baik sekolah maupun madrasah.
Secara yuridis (menurut UU Sisdiknas tahun 2003) kewenangan sekolah di dalam bidang pengelolaan keuangan sudah sesuai dengan konsep MBS, terutama untuk sekolah negeri. Dari segi pelaksanaan, hibah yang diberikan selama ini sudah mulai terlibat polanya melalui BOS, dan dana-dana lain yang disediakan oleh propinsi maupun pemerintah pusat.
Salah satu jabaran kebijakan pemerintah berkenaan dengan dana pendidikan direalisasikan dalam bentuk Bantuan Operasional Siswa (BOS) yang besarnya tergantung dari jumlah siswa. Walaupun kebijakan BOS ini menguntungkan bagi siswa dalam mengelola pendidikan di tingkat satuan pendidikan, namun bagi sekolah yang jumlah siswanya sedikit, kebijakan ini dirasakan masih kurang adil, karena kebutuhan biaya operasional sekolah tidak mencukupi. Dengan MBS, penyelenggaraan pendidikan dapat melakukan inovasi pengalokasian sumber dana pendidikan, yang tidak hanya tergantung pada hibah dari pemerintah, tetapi bersama-sama dengan komite sekolah dapat menghimpun pendanaan dari masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri (DUDI).
7.      Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa meliputi penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni, dimana hal ini sudah didesentralisasikan terlebih dahulu sehingga yang diperlukan saat ini adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya. Sutisna (Syaifuddin, 2007) mengemukakan tugas kepala sekolah dalam menajemen siswa adalah menyeleksi siswa baru, menyelenggarakan pembelajaran, mengontrol kehadiran murid, melakukan uji kompetensi akademik/kejuruan, melaksanakan bimbingan karier serta penelusuran lulusan. Uji kompetensi yang dilakukan bersama kepala sekolah dan asosiasi profesi memudahkan penyaluran dan pemasaran lulusan sekolah ke dunia kerja, ataupun menciptakan lapangan kerja sendiri untuk berwiraswasta. Kepala sekolah harus menyadari bahwa kepuasan peserta didik dan orang tuanya serta masyarakat, merupakan indikator keberhasilan sekolah (Sallis, dalam Syaifuddin, 2007). Keberhasilan ini adalah konsep dasar yang harus menjdi acuan kepala sekolah dalam mengukur keberhasilan sekolahnya.
8.      Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat
Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial. Kinkred Leslie (dalam Syaifuddin, 2007) mengemukakan pengertian hubungan sekolah dan masyarakat sebagai berikut: “School public relation is a process of communication between the school and community for purpose of increasing citizens interest and cooperation in the work of improving the school”.
Elsbree (dalam Syaifuddin, 2007) mengemukakan bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat memiliki tujuan sebagai berikut:
a)      Meningkatkan kualitas belajar dan pertumbuhan anak.
b)      Meningkatkan tujuan masyarakat dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat.
c)      Mengembangkan antusiasme dalam membantu kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat di sekitar sekolah.
Singkatnya, lingkungan dan masyarakat sekitar sekolah adalah ekosistem pendidikan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Esensi hubungan sekolah masyarakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan moral-finansial dari masyarakat. Masyarakat lingkungan juga merupakan sumber daya pendidikan, laboratorium pendidikan, maupun sebagai penasehat pendidikan (Advidsory council). Di sisi lain, masyarakat sebagai pelanggan yang dihasilkan oleh sekolah.
9.      Iklim Sekolah
Pelaksanaan MBS perlu didukung oleh iklim sekolah (fisik dan nonfisik) yang kondusif-akademik yang merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang menyenangkan. Iklim yang demikian akan mendorong terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup bersama secara harmonis (learning to live together) (Mulyasa, 2005). Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa.









BAB III
MASALAH-MASALAH YANG DITEMUKAN

A.    Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Disekolah SD Negeri 050673 Gohor Lama Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat bagian input pendidikannya telah tersedia dengan baik namun hanya pada beberapa point saja yang kurang maksimal pengadaannya seperti, sumberdaya yang ada disekolah tersebut yaitu sarana dan prasarana yang masih kurang. Point tersebut kurang memadai dikarenakan sekolah yang terlalu masuk kedalam keberadaanya sehingga sekolah tersebut  kurang diperhatikan sistem prasarananya oleh pemerintah setempat. Dan point yang kedua sumber daya guru dan siswa yang ada juga kurang, dikarenakan guru yang ada disekolah tersebut sudah pada tua dan kurang mendapat penyegaran tentang ilmu yang sekarang berkembang, sehingga guru yang mengajar tidak secara maksimal. Sedangkan siswa yang ada pada sekolah tersebut kurang dari jumlah yang seharusnya. Misalnya satu kelas yang dapat berisi 20 siswa, namun di sekolah tersebut hanya memiliki 15 siswa karena pengaruh lingkungan sekitar, pengaruh orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan untuk anaknya sendiri dan  ekonomi orang tua yang masih kurang baik.
Proses pengajaran dan pembelajaran disekolah SD Negeri 050673 Gohor Lama juga kurang maksimal dikarenakan guru yang sudah tua dan kurang mendapatkan penyegaran seperti penataran dan pelatihan untuk mengembangkan pendidikan kepada peserta didiknya. Karena guru kurang maksimal dalam pengajaran secara otomatis proses belajar mengajar terhadap peserta didik juga kurang semaksimal mungkin.
Jadi,karena input dan prosesnya tidak berjalan dengan baik maka output di sekolah juga tidak dapat dihasilkan dengan baik, dikarenakan input dan proses yang ada kurang memadai dan mendukung. Prestasi-prestasi yang mampu untuk didapatkan jadi semakin sullit hanya dikarenakan sumberdaya sekolah, guru dan siswa yang ada kurang mendukung dengan baik.

B.     Fungsi Manajemen yang Disentralisasikan Melalui Manajemen Berbasis Sekolah
Sistem perencanaan dan evaluasi disekolah SD Negeri 050673 Gohor Lama sudah berjalan dengan baik sesuai kebutuhan yang ada.
Metode maupun strategi proses belajar mengajar sudah dilakukan dan diterapkan oleh guru terhadap siswanya. Namun belum dilakukan secara maksimal dikarenakan guru tersebut masih mengalami kekurangan dalam tingkat kreatifitas yang dimilikinya. Dan perlengkapan dalam melaksanakan pengembangan kurikulum terhadap siswa masih kurang memadai, jadi guru masih secara terbatas kembali dalam mengembangkan kreatifitasnya di dalam pengembangan perencanaan pembelajaran di sekolah.




















BAB IV
SOLUSI DARI MASALAH

A.    Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Solusi yang dapat diberikan yaitu sekolah mengusulkan kepada pemerintah agar mendapatkan perhatian dan bantuan, kemudian pihak sekolah bisa menggunakan dana BOS untuk membelanjakan sarana dan prasarana sesuai dengan aturan yang berlaku. Untuk guru dapat memberikan penyegaran kepada guru seperti penataran dan pelatihan, kemudian lebih mengaktifkan kelompok kerja guru (KKG). Untuk siswa, guru berserta komite membuat rapat wali murid untuk bekerja sama dalam menangani pendidikan anak di masyarakat dan guru juga nantinya meminta bantuan orang tua untuk memperthatikan anaknya di dunia pendidikan dan lingkungannya. Jika semua telah terpenuhi dan terlaksana dengan baik maka sekolah tersebut akan menghasilkan prestasi yang baik semaksimal mungkin.

B.     Fungsi Manajemen yang Disentralisasikan Melalui Manajemen Berbasis Sekolah
Perencanaan dan evaluasi yang dilakukan sudah baik, jadi hanya perlu dijaga dan dimaksimalkan pelaksanaannya agar pelaksanaan pendidikan disekolah tersebut dapat terencana dengan baik. Keperluan dan kebutuhan juga harus disusun sesuai dengan visi misi untuk mencapai tujuan dan target sekolah serta menyediakan kesejahteraan personal sekolah yang cukup dan pantas.
Pengembangan kurikulum hendaknya mempertimbangkan segala potensi alam, sumberdaya manusia maupun sarana dan prasarana yang ada. Sekaligus memberdayakan guru agar kreatif, inovatif, terampil, dan berani berinisiatif dalam mengembangkan model-model penajaran secara variatif.







BAB V
PENUTUP

a.      Kesimpulan
Bahwa secara umum karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah adalah: sekolah tersebut menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, sekolah merupakan agen perubahan, adanya komunikasi yang efektif antara warga sekolah, kepemimpinan yang efektif (memiliki kepribadian, manajerial, kewirausahaan), adanya kolaboratif team work, memiliki tujuan bersama, adanya learning to discovery, dan adanya stakeholders. Selain itu, karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah tidak akan lepas dari karakteristik sekolah yang efektif yaitu: adanya perencanaan yang baik, kegiatan pembelajaran direncanakan dengan baik, adanya manajemen yang baik antara komponen-komponen sekolah, kegiatan pembelajaran memungkinkan adanya keaktifan dan partisipasi siswa, adanya partisipasi yang tinggi dari orang tua dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, pendidik dan pemimpin yang berkompeten. Manajemen berbasis sekolah juga memiliki fungsi manajemen yang didesentralisasikan yang mana terdiri dari perencanaan evaluasi program sekolah dan pengeloaan kurikulum. 

b.      Saran
Penulis mengatakan dan menyarankan bahwa menajemen berbasis sekolah merupakan salah satu manajemen yang dapat digunakan dalam meningkatkan proses pembelajaran yang nanti pada akhirnya meningkatkan kualitas output yang dihasilkan maka perlu adanya pendalaman dan pemahaman mengenai karakteristik maupun fungsi yang disentralisasi dengan membaca referensi lain agar lebih paham dan mengerti dalam sistem penerapannya dalam bidang pendidikan untuk kedepannya.
                                          



DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2005. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : PT Remaja Rosdakarya.  
Nurkolis.2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta : PT Grasindo.
http://izzaucon.blogspot.co.id/2014/06/karakteristik-manajemen-berbasis-sekolah.html
http://wayanmegayana.blogspot.co.id/2011/12/fungsi-managemen-yang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar